KERJA KERAS BEBAS CEMAS ; PASTI AMAN-PASTI CAIR-PASTI TENANG

KERJA KERAS BEBAS CEMAS ; PASTI AMAN-PASTI CAIR-PASTI TENANG
APAPUN PEKERJAAN ANDA Lindungi diri Anda mulai Sekarang dari Resiko Kerja Anda, REJEKI dapat di Cari Kematian tak bisa kita Hindari

Jumat, 13 Maret 2020

Renungan Bagi Pembenci Maulid Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam

Perayaan maulid yang terjadi di tengah-tengah masyarakat merupakan ekspresi rasa bahagia atas wujudnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sebab hal itu anjuran dari Allah subhanahu wa ta’ala. dalam al-Quran Surat Yunus ayat 8 yang artinya:

“Katakanlah wahai Muhammad dengan fadhal Allah (ilmu) dan rahmatnya (wujudnya Nabi Muhammad) bergembiralah kalian.” (QS. Yunus, ayat 8)

Ibnu Abbas dalam kitab tafsirnya berpendapat bahwa kata ‘karunia (bi-Fadlillâh) memiliki arti ilmu, sedangkan kata ‘rahmat (bi-Rahmatillah) berupa wujudnya Nabi. Atas dua hal di atas kita dianjurkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala agar berbahagia.

Rasa bahagia tidak akan tampak kecuali diekspresikan. Cara kita mengepresikan kebahagian atas wujudnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan dua hal; pertama, kita merayakan kelahirannya. Sedangkan kedua, kita mengadakan dzikra (peringatan Islam yang berkaitan dengan Maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam). Sebab Maulid Nabi merupakan salah satu dari hari-hari Allah (ayyâmillah) yang diperintahkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala agar diingatkan. Allah berfirman:

وَذَكِّرْهُمْ بِأَيَّامِ اللَّهِ

“Dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah.” (QS. Ibrahim {14}, ayat 5)

Sementara kelompok yang membenci perayaan maulid yang telah jelas dalilnya, mereka telah tertutup mata hatinya. Sebab mereka hanya memandang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebatas anak yatim yang pernah diasuh oleh Abu Thalib (Yatîmu Abi Thalib). Dengan artian, mereka mungkin memandang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sama seperti manusia biasanya dan tidak ada keistimewaan sama sekali.

Adapun kita ahlusunnah wal-jamaah, memandang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai manusia namun tidak seperti manusia sebagaimana lumrahnya (basyaran lâ kal-basyar). Kita memandang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai cahaya yang kemunculannya dapat memukau kepada pikiran-pikiran. Untuk memupuk rasa cinta (mahabbah) kita kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dapat  dengan cara mendirikan majelis berupa Maulid Nabi. Ini adalah cara yang sangat tepat. Oleh karena itu, Imam Muhammad bin Ali al-Habsyi ketika mengarang Maulid Simtud Dhurar mengatakan:

تشويقا للمحبين وترويحا للمتعلقين بهذا النور المبين

(Saya mengarang maulid ini) agar membangkitkan rasa rindu bagi para pecinta Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan menggugah rasa senang kepada orang yang (hatinya) berkaitan dengan cahaya yang terang ini.

Dengan demikian, dapat dilihat alangkah celakanya orang yang tertutup mata hatinya dalam memandang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan tidak mau atau membenci maulid, karena telah su’ul adab kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Di sisi lain, kita hanya bersuka ria merayakan kelahiran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan tidak berkabung atas kepergian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Hal ini karena memang tidak ada tuntunan dari salafunasshaleh kita. Yang ada hanya perayaan kelahirannya.

Hal di atas yang membedakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan lainnya. Biasanya, selain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang diperingati adalah hari wafatnya, atau yang dikenal dengan “haul”. Sementara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah sebaliknya, yakni hari kelahirannya yang dirayakan. Sebab pada umumnya, selain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kebaikannya dikenal setelah wafatnya. Adapun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, kebaikan dan kemuliaannya sudah dipublikasikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan dirasakan oleh utusan-utusan sebelumnya, sebagaimana yang diceritakan dalam Maulid ad-Diba’i. Sehingga kelahirannya dinanti-nanti (muntâdlor) oleh semua orang. Oleh karena itu, yang dirayakan kelahirannya, bukan wafatnya. Wallahû A’lam.

*Ditranskip dari wawancara dengan Habib Abu Bakar Assegaf oleh M. Afifur Rohman dan Khotibul Umam

SUMBER : https://sidogiri.net/2018/11/renungan-bagi-pembenci-maulid-nabi/