KERJA KERAS BEBAS CEMAS ; PASTI AMAN-PASTI CAIR-PASTI TENANG

KERJA KERAS BEBAS CEMAS ; PASTI AMAN-PASTI CAIR-PASTI TENANG
APAPUN PEKERJAAN ANDA Lindungi diri Anda mulai Sekarang dari Resiko Kerja Anda, REJEKI dapat di Cari Kematian tak bisa kita Hindari

Minggu, 15 Desember 2019

77 Cabang Iman lengkap beserta penjelasannya berdasarkan kitab Qomi’uth Thughyan

Pengantar penerjemah kitab Qomi'uth Thughyan (77 Cabang Iman)

Segala puji bagi Allah, sholawat dan salam semoga tertumpah untuk junjungan umat islam, Nabi besar Muhammad Saw.
Risalah kecil ini merupakan terjemahan dari kitab Qomi’uth-Thughyan ‘Ala Manzhumati Su’abul Iman karya Syaikh Muhammad Nawawi bin Umar yang mengupas syair-syair kitab “Syu’abul Iman” karya Syaikh Zainuddin bin Ali bin Ahmad. Isi buku ini adalah penjelasan mengenai 77 cabang iman yang dapat mengantarkan seorang mukmin menyempurnakan nilai keimanannya kepada Allah dengan mengamalkannya.
Penerjamahannya kitab ini tidak sepenuhnya persis dengan aslinya. Penulis memilih penerjemahan bebas agar lebih mudah dipahami. Bahkan ada beberapa tambahan, pengurangan dan perubahan dari kalimat langsung menjadi kalimat tidak langsung. Tentu saja semua itu penulis lakukan selama tidak mengubah dan mengurangi pengertian dan tujuan kitab aslinya dan dimaksudkan agar lebih mudah dipahami.
Penulis juga tidak mencantumkan bait-bait syair dari kitab asal, karena penulis sudah menganggap cukup dengan syarahnya, tanpa mengurangi rasa hormat dan kagum pada pengarang syair-syair itu. Penulis berharap tindakan ini bukan kesalahan di mata Allah dan pembaca sekalian.
Rasa terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada Ayahanda, KH Asrori Ahmad yang banyak mengilhami penulisan ini atas didikan dan gemblengan beliau selama hidupnya pada penulis. Semoga arwahnya diterima baik disisi Allah, diampuni segala dosanya, diterima segala amal baiknya dan bermanfaat ilmunya.
Beliau juga seorang penulis produktif yang telah menelurkan puluhan kitab terjemahan dan karangan yang sudah tersebar luas di masyarakat. Juga kepada Ibunda, Ny. Ma’munatun Asrori yang dengan ketabahan dan kesabarannya membimbing penulis. Tak lupa terima kasih untuk semua pihak yang mendukung diterbitkannya buku ini, khususnya Kakanda A. Ma’ruf Asrori yang dengan ketelitiannya menyunting buku ini dan pihak penerbit Pelita Dunia yang bersedia menerbitkannya. Semoga Allah membalas kepada mereka semua dengan pahala yang berlipat ganda.
Akhirnya penulis mohon kepada Allah semoga buku ini bermanfaat bagi kaum muslim dalam menggapai kesempurnaan iman, termasuk iman penulis sendiri. Semua milik Allah dan akan kembali kepada-Nya. Sumbang saran dan kritik selalu penulis harapkan dari pembaca sekalian.
Penerjemah (Drs. A. Ma’ruf Asrori & Drs. A. Labib Asrori)

Jumat, 20 September 2019

Dari Aswaja, Wali Songo dan Nahdlatul Ulama (Bagian II)


Pertanyaan: 

Assalamu’alaikum wr. wb Pak ustadz, saya masih bingung mengenai makna masalah Ahlussunnah wal jama’ah. Apa makna sebenarnya Ahlussunnah wal Jama’ah tersendiri dan bagaimana kriterianya? Dan maaf ustadz, saya sering mendengar banyak dari organisasi Islam banyak yang mengakui bahwa mereka termasuk golongan Ahlussunnah wal Jama’ah. Terima kasih ustadz.   Kamalia, Madiun.    Lanjutan jawaban: Wa’alaikum salam wr. wb. Terima kasih atas pertanyaannya. Semoga Allah selalu memberikan limpahan hidayah dan rahmat-Nya. Adapun penjelasannya sebagai berikut: 

Dari Aswaja, Wali Songo, dan Nahdlatul Ulama  Dihimpun Yusuf Suharto (Ketua Aswaja NU Center Jombang)

Karakter Tawassuth, Tawazun, dan I’tidal

Sebagai pembeda dengan yang lain, ada tiga ciri aswaja, yakni tiga sikap yang selalu diajarkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya, yaitu:

Al-Tawassuth (sikap tengah-tengah, sedang-sedang, tidak ekstrim kiri ataupun ekstrim kanan). Disarikan dari firman Allah SWT:

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ اُمَّةً وَسَطًا لِتَكُوْنُوْا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُوْنُ الرَّسُوْلُ عَلَيْكُمْ شَهِيْداً (البقرة: 143)


“Dan demikianlah kami jadikan kamu sekalian (umat Islam) umat pertengahan (adil dan pilihan) agar kamu menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan) manusia umumnya dan supaya Allah SWT menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan) kamu sekalian.” (QS. al-Baqarah: 143).

Al-Tawazun, (seimbang dalam segala hal, termasuk dalam penggunaan dalil ‘aqli dan dalil naqli). Firman Allah SWT:

لَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنَاتِ وَاَنْزَلْنَا مَعَهُمُ الْكِتَابَ وَالْمِيْزَانَ لِيَقُوْمَ النَّاسُ بِاْلقِسْطِ (الحديد: 25)

“Sungguh kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti kebenaran yang nyata dan telah kami turunkan bersama mereka al-kitab dan neraca (penimbang keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.” (QS. al-Hadid: 25).

Al-I’tidal (tegak lurus). Dalam Al Quran Allah SWT berfirman:

يَآاَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ للهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ، وَلاَيَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى اَنْ لاَتَعْدِلُوْا، اِعْدِلُوْا هُوَ اَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوْا اللهَ اِنَّ اللهَ خَبِيْرُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ (المائدة: 8)

“Wahai orang-orang yang beriman hendaklah kamu sekalian menjadi orang-orang yang tegak membela (kebenaran) karena Allah menjadi saksi (pengukur kebenaran) yang adil. Dan janganlah kebencian kamu pada suatu kaum menjadikan kamu berlaku tidak adil. Berbuat adillah karena keadilan itu lebih mendekatkan pada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, karena sesungguhnya Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. al-Maidah: 8).

Selain ketiga prinsip ini, golongan Ahlussunnah Wal-Jama’ah juga mengamalkan sikap tasamuh (toleransi). Yakni menghargai perbedaan serta menghormati orang yang memiliki prinsip hidup yang tidak sama. Namun bukan berarti mengakui atau membenarkan keyakinan yang berbeda tersebut dalam meneguhkan apa yang diyakini. Firman Allah:

فَقُولاَ لَهُ قَوْلاً لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى (طه :44)

“Maka berbicaralah kamu berdua (Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS) kepadanya (Fir’aun) dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.” (QS. Thaha: 44).

Ayat ini berbicara tentang perintah Allah SWT kepada Nabi Musa as. dan Nabi Harun as. agar berkata dan bersikap baik kepada Firaun. Al-Hafizh Ibnu Katsir (701-774 H/1302-1373 M) ketika menjabarkan ayat ini mengatakan, “Sesungguhnya dakwah Nabi Musa as. dan Nabi Harun as. kepada Firaun, adalah menggunakan perkataan yang penuh belas kasih, lembut, mudah dan ramah. Hal itu dilakukan supaya lebih menyentuh hati, lebih dapat diterima dan lebih berfaedah”. (Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, juz III, hal. 206).

Wali Songo Penyebar Aswaja di Indonesia

Sebuah realitas yang tidak terbantahkan bahwa mayoritas umat Islam Indonesia sejak dulu hingga sekarang menganut faham Ahlussunnah Wal-Jama’ah, dengan mengikuti madzhab Syafi’i dalam bidang fikih, dan mengikuti Imam Abu Hasan al-Asyari dalam akidah (lihat Risalah Ahlissunnah wal Jama’ah, KH Hasyim Asy’ari). Sudah barang tentu mereka mendapatkan faham tersebut dari ulama dan para dai yang mengajak dan mengajarkan tentang agama Islam kepada mereka. Sesuatu yang sangat mustahil jika orang yang menyebarkan agama Islam tidak menganut faham Aswaja sementara yang diajak adalah penganut setia faham Ahlussunnah Wal-Jama’ah.

Di sisi lain, semua sepakat bahwa dai yang menyebarkan agama Islam ke Nusantara khususnya di pulau Jawa adalah Wali Songo. Karena itu dapat dikatakan bahwa Wali Songo adalah penganut Aswaja, kecuali jika ada fakta sejarah yang menunjukkan bahwa ajaran Aswaja masuk ke Indonesia dan merubah faham keagamaan yang telah berkembang terlebih dahulu.

🤔  Orang Miskin dan Kekafiran?

Mengenai para sunan itu, sebagaimana ditulis KH Muhyiddin Abdus Shomad, bahwa Prof. KH. Abdullah bin Nuh mengatakan bahwa kata sunan adalah sebutan mulia yang diperuntukkan bagi para raja dan para tokoh dai Islam di Jawa. Nasab mereka bersambung sampai kepada Imam Ahmad al-Muhajir. Dan berdasarkan apa yang diajarkan oleh mereka, dapat dipahami bahwa mereka semua adalah ulama pengikut madzhab al-Syafi’i dan sunni dalam dasar dan akidah keagamaannya. Mereka kemudian lebih terkenal dengan sebutan “Wali Songo.” (Al-Imam al-Muhajir, hal. 174).

Ada beberapa bukti bahwa Wali Songo termasuk golongan Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Selanjutnya, Prof. KH. Abdullah bin Nuh menjelaskan:

“Jika kita mempelajari primbon, yakni kumpulan ilmu dan rahasia kehidupan yang di dalamnya terdapat materi ajaran Ibrahim (Sunan Bonang), maka di sana kita akan mendapatkan banyak nama dan kitab yang menjadi referensi utama para dai sembilan, berupa pendapat dan keyakinan, sebagaimana juga memuat masalah akidah dan fikih dengan susunan yang bagus sesuai dengan akidah Ahlussunnah Wa-Jama’ah dan madzhab Imam al-Syafi’i … Dari sini, menjadi jelas bahwa para dai yang sangat terkenal dalam sejarah masyarakat Jawa dengan gelar Wali Songo itu termasuk tokoh utama dalam penyebaran ajaran Ahlussunnah Wal-Jama’ah.” (Al-Imam al-Muhajir, hal. 182).

Hal yang sama juga dikemukakan oleh Prof. KH. Saifuddin Zuhri (1919-1986 M). Ia menjelaskan beberapa tokoh yang menyebarkan madzhab al-Syafi’i di Indonesia, khususnya di pulau Jawa. Yakni Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishaq, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Giri dan lainnya. Bahkan Sunan Giri merupakan lambang pemersatu bangsa Indonesia yang dirintis sejak abad 15 Masehi. Jika Gajah Mada dipandang sebagai pemersatu Nusantara melalui kekuatan politik dan militernya, maka Sunan Giri menjadi pemersatu melalui ilmu dan pengembangan pendidikannya. (Sejarah Kebangkitan Islam, hal. 286-287).

Bukti lain yang menegaskan bahwa Wali Songo penganut faham Aswaja adalah ritual keagamaan yang dilaksanakan secara turun temurun, tanpa ada perubahan, di masjid-masjid besar yang didirikan oleh Wali Songo, semisal Masjid Sunan Ampel Surabaya, Masjid Demak dan sebagainya. Semua merupakan cerminan dari ritual ibadah yang dilaksanakan oleh golongan Aswaja. Misalnya adzan Jumat dikumandangkan dua kali. Pada bulan Ramadhan dilaksanakan shalat tarawih secara berjamaah dua puluh rakaat sebulan penuh, kemudian antara setiap dua rakaat diselingi pembacaan taradhdhi kepada khalifah yang empat. Selanjutnya sebelum shubuh dibacakan tarhim sebagai persiapan melaksanakan shalat subuh. Tarhim adalah bacaan yang di dalamnya berisi doa-doa kepada semua umat Islam termasuk juga taradhdhi kepada khalifah yang empat.

Sudah tentu hanya orang-orang yang memiliki faham Aswaja yang melaksanakan hal tersebut. Sehingga semakin menegaskan bahwa Wali Songo adalah penganut faham Aswaja.

(bersambung)

Sumber : TEBUIRENG ONLINE

Rabu, 18 September 2019

ADAB SEORANG MUADZIN

┏◉❆◈🌀━━━━━━━━━━━━┓
   *HALAQAH ILMU AGAMA*
┗━━━━━━━━━━━━◉❆◈🌀┛

۩ *Adab seorang Muadzin* ۩

*PERTANYAAN*
 Assalamualaikum tgk .
Apa saja adab seorang muazzin ?

*JAWABAN*
Dijawab Oleh *Tgk Salamuddin AY*
 Waalaikumsalam


Adapun sunah-sunah yang bisa dilakukan para muadzin sebagaimana disebutkan Musthafa Al-Khin dan Musthafa Al-Bugha dalam Kitab Al-Fiqhul Manhaji ala Madzhabil Imamis Syafi’i adalah sebagai berikut:

Pertama, menghadap kiblat. Mengapa disunahkan menghadap kiblat? Karena kiblat adalah arah yang paling baik dan juga arah yang paling mulia. Sebagaimana dikatakan oleh ulama salah maupun khalaf.

Kedua, suci dan terbebas dari hadats kecil maupun besar. Dimakruhkan bagi muadzin yang masih memiliki hadats. Terlebih bagi muadzin yang mengumandangkan azan dalam keadaan junub sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Abu Dawud:

قال رسول الله - صلى الله عليه وسلم -: كَرَهْتُ أَنْ أَذْكُرَ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا عَلَى طُهْرٍ أَوْ قَالَ: عَلَى طَهَارَةٍ

Artinya, “Rasulullah Saw bersabda, ‘Saya memakruhkan menyebut nama Allah SWT kecuali dalam keadaan suci,’ atau disebutkan dengan kata ‘ala thaharatin.’”

Ketiga, dengan berdiri. Hal ini didasarkan pada perintah Rasul SAW kepada Bilal agar berdiri terlebih dahulu.

قال رسول الله - صلى الله عليه وسلم -: ياَ بِلَالُ قُمْ فَنَادِ لِلصَّلَاةِ

Artinya, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Wahai Bilal, berdirilah dan kumandangkan azan untuk shalat.’”

Kelima, menengok ke kanan (tidak bergerah seluruh badan, hanya kepala saja) saat mengucapkan ‘Hayya alas shalah’, dan menengok ke kiri saat mengucapkan ‘Hayya alal falah’ sebagaimana disebutkan Bukhari:

أن أبا جحيفة رضي الله عنه قال: رأيت بلالاً يؤذن، فجعلت أتتبع فاه هنا وهنا بالأذان يميناً وشمالاً: حيى على الصلاة حيى على الفلاح

Artinya, “Sesungguhnya Abu Juhaifah RA berkata, ‘Aku melihat Bilal mengumandangkan azan, kemudian aku mengamati mulutnya ke arah sini dan sini ketika azan kanan dan kiri: ‘Hayya alas shalah dan hayya alal falah.’’”

Keenam, mengulang azan, yakni seorang muadzin mengucapkan kedua syahadat secara lirih terlebih dahulu baru kemudian mengucapkannya dengan keras. Hal ini berdasarkan hadits riwayat Abu Mahdzurah dalam Sahih Muslim.

Ketujuh, tatswib, yakni mengucapkan “As-Shâlatu khairun minan naum” setelah mengucapkan “Hayya alal falah” ketika azan shalat subuh.

Kedelapan, disunahkan dikumandangkan oleh orang yang memiliki suara bagus agar menarik simpati dari masyarakat dengan harapan masyarakat tersebut tergerak untuk menuju masjid sebagaimana sabda Rasul SAW yang diriwayatkan Abu Dawud dalam Sunan-nya. Dalam pesan Rasul tersebut disebutkan bahwa Bilal diperintah untuk azan karena ia memiliki suara yang kuat dan indah.

Kesembilan, disunahkan muadzin adalah orang yang berakhlak baik dan terpercaya. Hal ini karena mempengaruhi kepercayaan masyarakat apakah memang benar-benar sudah masuk waktu shalat atau belum.

Kesepuluh, tidak berlaku tamthit (mencaci dan merendahkan azan), yakni dengan memanjangkan bacaan azan terlalu panjang dan melagukan bacaan azan seperti nyanyian. Bahkan hal ini dimakruhkan.

Kesebelas, disunahkan azan dua kali, yakni ketika sebelum masuk waktu fajar (shalat subuh) dan sesudah masuk waktu fajar.

Keduabelas, bagi yang mendengarkan azan, disunahkan untuk diam, khusyuk dan mengikuti serta menirukan bacaan azan tepat setelah muadzin. Kecuali ketika “hayya alas shalah dan hayya alal falâh,” maka disunahkan mengucapkan “lâhaula wa lâ quwwata illâ billâh.”

Ketiga belas, membaca doa dan shalawat kepada Rasul SAW setelah azan berikut doanya:

اَللّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلَاةِ القّائِمَةِ، آتِ سَيِّدَنَا مُحَمّداً الوّسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَة، وَابْعَثْهُ مَقَاماً مَحْمُوْداً الذِّي وَعَدْتَهُ

Allâhumma Rabba hâdzihi -da‘watit tâmmati, wash shalâtil-qâimah, âti sayyidanâ Muhammadanil washilah wal fadhîlah, wad darajatar rafî’ah wab ’atshu maqâman mahmûdanil ladzî wa’adtah.

Artinya, “Ya Allah Tuhan yang memiliki seruan yang sempurna dan shalat yang tetap didirikan, karuniakanlah Nabi Muhammad wasilah (tempat yang luhur) dan kelebihan serta kemuliaan dan derajat yang tinggi dan tempatkanlah dia pada kedudukan yang terpuji yang telah Engkau janjikan.”

Sedangkan muadzin disunahkan untuk melirihkan bacaan doa dan shalawatnya.

ويقول المؤذن الصلاة على النبي - صلى الله عليه وسلم - والدعاء بصوت أخفض من الأذان ومنفصل عنه، حتى لا يتوهم أنها من ألفاظ الأذان.

Artinya, “Muadzin membaca shalawat dan doa dengan suara yang lebih lirih dari suara ketika azan serta terpisah setelah azan. Sehingga orang-orang tidak mengira bahwa doa dan shalawat yang dibaca tersebut bagian dari lafaz azan,” (Lihat Mustafa Al-Khin dan Musthafa Al-Bugha, Al-Fiqhul Manhaji ala Madzhabil Imamis Syafii, [Damaskus: Darul Qalam, 1992] halaman 119). Wallahu a’lam.


*Salam HIA*

Silahkan share!!!


Telegram: 📥 https://t.me/HalaqahIlmuAgama

Website: 📥 http://www.halaqahilmuagama.com


🍃 *HALAQAH ILMU AGAMA* 🍃
•┈┈┈┈•------» ๑۞๑ «------•┈┈┈┈•
*© Copyright HIA 2017*

Sumber : http://www.halaqahilmuagama.com

KEMULIAAN AKHLAK

┏◉❆◈🌀━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━┓
   * Rangkuman Pengajian Bersama *Ustazah Halimah Alaydrus* *
┗━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━◉❆◈🌀┛

Tema:
*KEMULIAAN AKHLAK*

Kemuliaan akhlak adalah sesuai hal yang sangat tinggi nilainya Dimata Allah. Yang paling banyak bisa memenuhi timbangan seseorang di akhirat nanti adalah akhlak yang mulia.

Nabi Muhammad adalah kemuliaan dalam segala hal, istimewa dalam segala bidang, Nabi Muhammad yang paling khusyuk shalatnya, paling luas zakad dan sedekahnya, paling hebat dalam mengendalikan diri saat berpuasa, yang paling hebat jihadnya, yang paling bagus hajinya, paling baik prlakuan terdahap isteri dan keluarganya.

Allah mengatakan dalam Alquran bahwa Nabi Muhammad berada di atas Budi pekerti yang mulia,  kemuliaan akhlak beliau membuat kagum bahkan dihadapan malaikat malaikat Allah, akhlak nabi membuat kagum bahkan kepada nabi nabi Allah.

Allah berkata kepada Nabi Nuh, "wahai Nuh buatlah perahu dengan pengawasan kami, kemudian Nabi Nuh berkata "untuk apa ya Allah" Allah berkata "kami akan menghancurkan orang orang kaummu yang tidak beriman padamu", nabi Nuh berkata "ya Allah jangan sisakan satu rumah dari rumah rumah orang kafir kecuali Engkau tenggelamkan mereka".

Nabi Muhammad ketika kaum Thaif melemparkan nya dengan batu, ketika mereka menyampaikan gurauan yang menyakitkan hati, penolakan kepada nabi muhammad bahkan memerintahkan anak kecil dan budak budak untuk mengata2i, menghina , mencaci dan memaki sambil melempari batu, Nabi lari tunggang langgang, kemudian saat nabi telah selesai dari penganiayaan tersebut, saat nabi telah selesai dari  kekafiran mereka tersebut,
datang malaikat penjaga gunung mereka berkata "wahai Rasul tak sampai hati menyaksikan bagaimana mereka melakukan hal yang menyakitkan mu ya Rasulullah, Maka kami memohon izin pada Allah untuk menghimpit gunung ini (dhaif terletak di lembah antara gunung satu dan lainnya), Allah mengizinkan namun Allah bekata kepada kami untuk bertanya dahulu kepada mu wahai Muhammad"
Kemudian Nabi berkata "jangan lakukan/kerjakan hal itu", "tapi mereka telah kafir, telah mendustakanmu, telah berbuat keji padamu" Nabi berkata "mereka berbuat begitu karena mereka tidak tahu, kalaupun mereka tidak beriman, siapa tau nanti mungkin anak cucu mereka akan beriman kepadaku"
(Thaif, salah satu daerah yang paling banyak penghasil penghafal Alquran saat ini)

Diperlakukan jahat namun Nabi mendokaan anak cucu nya agar menjadikan orang orang yang baik.
Allah mengatakan atas hal ini, "sungguh engkau wahai nabi Muhammad berada di atas Budi pekerti yang mulia"
Maka belajarlah untuk mewarisi apa yang telah dilakukan oleh Nabi Muhammad.

*Ilmu adalah cahaya*
Imam Syafi'i saat salam perjalanan untuk mengajar melihat seorang wanita dan membayangkan bagaimana cantiknya wanita tersebut, kemudian saat imam Syafi'i datang ke majelis ilmu, saat imam Syafi'i hendak menyebutkan salah satu hadist Nabi maka beliau lupa akan hadist tersebut. Kemudian imam Syafi'i mendatangi dan mengadu kepada gurunya Syaikh waqi' bahwa betapa buruknya ingatanku dan hafalanku pada hari itu, maka Syaikh waqi' berkata pada Syafi'i "tinggalkanlah maksiat wahai Syafi'i, maka dia mengingat bahwa dalam perjalanan dia melihat wanita dan membayangkan  kecantikannya , dan Syaikh waqi' berkata itulah penyebab nya buruknya hafalanmu, dan dia berkata ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak diberikan kepada ahli maksiat.

*Akhlak terbagi menjadi 3 bagian*
1. Akhlak Kepada Allah
2. Akhlak kepada Diri sendiri, dan
3. Akhlak kepada orang lain
(Habib Umar bin hafidz)
kemuliaan akhlak berarti memlili 3 hal tersebut.

1. Akhlak kepada Allah yaitu taqwa, taqwa yaitu taat kepada perintah Allah dan meninggalkan semua larangan-Nya, taqwa memiliki rasa takut mencegah untuk berbuat dosa, bahkan ketika tiada siapapun yang dapat melihat kita pada saat tersebut.
Maka saat sendiri akan terlihatlah akan Akhlak kita pada Allah.
Jangan jadikan Allah hanya menjadi rahasia dosa dosamu, namun jadikanlah Allah menjadi penyimpan taat2 mu.
Hati adalah pusat pandangan Allah SWT. Apa yang ada didalam hatimu, Allah melihatnya. Maka perhatikan betul apa yang ada didalam hatimu.

Syaikh abu bakar bin Salim ,dari usia 30 sampai akhir hidupnya, tidak terlihat duduk kecuali duduk tahiyat akhir, pada saat sedang bersama tamu atau bersama keluarga, atau bersama murid muridnya, kepada siapapun dan beliau duduk tidak bersandar,
Maka muridnya kemudian berkata kepada beliau untuk bersandar, kemudian Syaikh abubakar bin salim berkata bahwa "duduk tawarruk ini adalah duduknya budak dihadapan Tuannya, dan aku selalu berada dihadapan tuanku" (Akhlak kepada Allah, selalu merasa dirinya berada dalam pandangan Allah)

Sayyidina sufyan athauri mengatakan, "sejak 30 tahun terakhir ini saya tidak pernah berbicara dengan manusia, kemudian keluarga dan murid muridnya berkata "kita selalu berbicara tuan/kami berbicara padamu tuan" kemdian beliau berkata "saya selalu berbicara dengan Allah SWT"
Orang yang setiap berkata, dia selalu merasa berkata yang didengar oleh Allah, selalu faham setiap kali berbicara dgn siapapun dia selalu didengar oleh Allah adalah peraih akhlak tertinggi dalam hubungannya dengan Allah.

Suatu saat Sayyidina Umar sedang berjalan jalan berkeliling karena taqwa beliau untuk melihat dan mengawasi rakyatnya, beliau selalu melakukannya.
Sayyidina umar berkata "kalau saya tidur malam saya sia siakan hak Allah saat tidur siang maka saya sia siakan hak rakyat, maka bagaimana aku bisa tidur diantara salah satu dari kedua waktu tersebut?"
Pada suatu malam beliau berjalan berkeliling beliau mendengar seorang ibu berkata anak gadisnya "tolong campurkan susu dengan air karena tidak cukup untuk kita jual besok hari"
Namun dia tidak mau melakukannya, dan ibu nya bertanya kenapa, dia menjawab "karena aku mendengar sayyidina Umar berkhutbah siapa yang mecampur susu dengan air didunia, maka Allah akan memintanya untu memisahkan air dan susu di akhirat,
Namun ibu tetap memaksa dan berkata bahwa sayyidina Umar tidak mendengar, namun anaknya berkata memang benar Amirul mukminin tidak mendengarnya namun Tuhannya Amirul mukminin mendengar dan melihatnya.

Sayyidina Umar mengingat ucapan Nabi Muhammad yang berkata, "Dapati perempuan yang agamanya dan akhlaknya bagus maka akan bruntunglah hidupmu dunia akhirat"

Maka besok harinya sayyidina Umar mendatangi rumah tersebut dan bertanya kepada rumah siapa yang ia dengar sebelumnya, kemudian sayyidina
Umar pulang dan menceritakan hal tersebut kepada anaknya, dan salah satu daripada aanaknya menikahi gadis tersebut.
Dari pernikahan tersebut lahir Abdul Aziz, kemudian dari abdul Aziz lahir seorang anak pembaharu umat islam bernama Umar bin Abdul Aziz, nabi Muhammad berkata "setiap seratus tahun selalu ada ulama dan orang kuat dalam Islam yang akan memperbaharui agama kembali, dan pada 100 tahun pertama ia adalah Umar bin Abdul Aziz, yaitu  seorang yang sangat adil, buah dari pohon ketaqwaan yang dimiliki ayah dan ibunya.
Mulia adalah taqwa, dan Yang paling tinggi Dimata Allah adalah yang paling tinggi taqwanya.

2. Akhlak kepada diri sendiri : introspeksi, mawas diri, jaga diri, selalu perbaiki diri, jangan mudah menyerah untuk memperbaiki diri, kata Nabi Muhammad dalam salah satu hadist "bertaqwa lah kamu kepada Allah dimana pun kamu berada, dan susulilah setiap keburukan dengan kebaikan yang kamu miliki"

Ibnu Hajar (muridnya batu) sempat menyerah saat belajar,  kemudian dia pulang menuju kampung kemudian dia melihat satu batu teertetes air dan kelamaan dia berlubang, kemudian dia heran atasnya, kemudian dia teringat akan dirinya, kemudian dia kembali ketempat dia belajar.
(Susuli setiap keburukan yang kmu lakukan dengan kebaikan, suatu saat nanti kebaikan tersebut akan menghapus keburukan yang ada)

Pada suatu saat ada seorang santri sedang pulang dan dalam perjalanan pulang santri tersebut dirampok dan yang di ambil adalah termasuk kitab kitab yang dibawa pulang olehnya, kemudian santri tersebut meminta kembali kitab kitab nya pada sang perampok dan mengatakan bahwa kitab kitab tersebut tidak akan berguna bagi mereka, kemudian perampok tersebut membawanya ketempat ketua mereka, pada saat itu ada seorang pelayang sedang membawa minuman dan sampailah saat dia memberikan minuman kepada ketua perampok tersebut, ketua perampok itu menolak minuman yang diberikan dan berkata "saya sedang berpuasa Sunnah" santri tersebut terheran melihat sang ketua perampok yang berpuasa Sunnah sedangkan dia adalah seorang perampok,
Bisa saja masih ada keburukan yang kamu lakukan maka susulilah keburukan itu dengan kebaikan maka suatu saat kebaikan itu akan menghapus kebaikan.

Kemudian ketua perampok tersebut berkata kepada santri tersebut untuk meletakkan semua ilmu didalam hatinya agar tidak ada yang bisa mengambil dan mencurinya,
dan kemudian sang santri pun kembali bertanya padanya karena keheranannya akan puasa Sunnah yang dilakukan oleh ketua perampok tersebut, maka sang ketua berkata kepadanya "sesungguhnya setiap orang punya tali tali yang bisa menyampaikannya kepada Allah, saya sudah memutuskan tali tali yang lain, tapi saya tetap sisakan satu tali yang mungkin suatu saat tali tersebut akan menyampaikan saya pada Allah"
(Maka janganlah kita suudzan kepada orang lain)

Mungkin saat ini kita menutup aurat dengan baik daripada orang lain, namun dalam hal lain belum tentu kita lebih baik, dan belum tentu tali tali kita tidak akan putus.

3. Akhlak kepada sesama adalah dengan pergaulan yang baik : kasih sayang dan cinta. Sayangi semua orang, berbakti kepada orang tua, sayangi orangtua, mendoakan orangtua jika sudah meninggal, jadilah penyebab senyum orangtua, berdoa untuk kedua orang tua, cintai anak anakmu, sayangi saudara saudaramu, sayangi dan cintai guru gurumu, karena kalau bukan karena guru gurumu kamu tidak mengetahui apapun, doakan guru gurumu.
Sayangi dan cintai seseorang, kita tidak akan pernah tau kebaikan kita yang mana dan kepada siapa yang kemudian dapat menjadi penyebab keselamatan hidup kita didunia dan di akhirat.

Pada suatu ketika Nabi memiliki seorang budak, kemudian jibril datang dan berkata pada Rasulullah, "Ya Rasulullah, keluarkan budak perempuanmu itu karena dia termasuk salah satu dari calon penghuni neraka" kemudian nabi mengeluarkan nya dengan santun dengan Akhlak sesuai perintah Allah.
Sebelum dia keluar dia dibekali 3 buah kurma oleh sayyidah Aisyah, kemudian dia membawanya, setelah sejam perjalanan dia merasa lapar, kemduian dia mengeluarkan nya, kemudian dia melihat dua orang anak yatim yang sedang kelaparan kemudian budak tersebut diberikannya buah kurma tersebut kepada anak anak yang kelaparan, kemudian anak tersebut masih melihat kembali kepada sisa Kurma tersebut dan budak itu kembali memberikannya sisa Kurma yang ada ditangannya membagikan setengah kepada kedua anak anak tersebut.

Kemudian malaikat Jibril kembali datang dan berkata "wahai Rasulullah kembalikanlah budak tersebut karena dia penghuni surga" bahagianya budak tersebut namun dia bertanya kenapa dia dikembalikan, kemudian Rasulullah berkata "apa yang sudah kamu lakukan sehingga Allah merubah keputusan dari ahli neraka menjadi ahli surga" kemudian sang budak mengingat apa yang telah dia lakukan sebelumnya.
(Selamatkan lah diri kalian dari api neraka walau dengan sebutir kurma)
Maka tebarkan lah cinta kepada siapapun.

Wali wali Allah SWT dan kekasih Allah, mereka dimasukkan kedalam surga karena Rahmat yang ada dalam hati mereka tidak menyisakan kebencian terhadap siapapun.
Saidah Rabiah Al adawiyah melihat ada maling masuk kedalam rumahnya, namun orang tersebut tidak menyadarinya, dia mengasihani pencuri tersebut karena merasa dia tidak memiliki apapun, kemudian Rabiah memanggilnya karena kasihan padanya, kemudian dia bertanya apakah dia ingin mengambil sesuatu dari rumah Rabiah, maka pencuri tersebut mengakuinya, namun Rabiah tidak membiarkan maling tersebut keluar tanpa memberi apapun dan dalam keadaan kecewa,
Kemudian Rabiah meminta maaf, dan menyuruhnya berwudhu, dan sholat dirumah tersebut, kemudian Rabiah berdoa untuknya, "ya Allah ada hambamu kau utuskan untukku, (tamu dan maling tak ada bedanya bagi rabiah) dia menginginkan seuatu, maafkan aku tidak bisa memberikan harta kepadanya, jika dia terhalang dia akan harta dunia maka jangan halangi dia dengan harta akhirat, ya Allah jadikan dia salah satu penghuni surga"
(Tidak menyisakan kebencian kepada siapapun)

Pesan Nabi kepada sayyidina Ibnu abbas, "wahai anak muda berusaha lah agar dari pagi kau bangun tidur sampai malam kau tidur kembali agar tidak ada rasa tidak baik dari hatimu kepada siapapun hamba Allah SWT"

*DAYAH THALIBUL HUDA*

Minggu 15 September 2019

Sumber : http://www.halaqahilmuagama.com

Selasa, 03 September 2019

JAGALAH DIRIMU DAN KELUARGAMU DARI SIKSA API NERAKA


 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”(Q.S. At-Tahrim 66:6)
Abdullah bin Abbâs Radhiyallahu anhu berkata, “Lakukanlah ketaatan kepada Allâh dan jagalah dirimu dari kemaksiatan-kemaksiatan kepada Allâh, dan perintahkan keluargamu dengan dzikir, niscaya Allâh Azza wa Jalla akan menyelamatkanmu dari neraka”.


Mujâhid rahimahullah berkata tentang firman Allâh ‘peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka’, “Bertakwalah kepada Allâh, dan perintahkan keluargamu agar bertakwa kepada Allâh Azza wa Jalla ”.

Senin, 29 April 2019

Anti jamur

   
Antijamur adalah kelompok obat yang berfungsi untuk menyembuhkan infeksi pada tubuh akibat jamur atau fungi. Umumnya infeksi jamur terjadi pada kulit, rambut, dan kuku. Namun pada beberapa kasus, infeksi ini juga dapat terjadi pada organ bagian dalam sehingga cukup berbahaya dan memerlukan perawatan intensif. Seringkali infeksi jamur yang bersifat serius terjadi akibat penderita memiliki daya tahan tubuh yang lemah, misalnya akibat mengonsumsi obat imunosupresan atau menderita HIV.

Terdapat beberapa kelompok obat antijamur berdasarkan jenis dan cara kerjanya, yaitu:
Antijamur golongan azole. Ini merupakan antijamur yang berspektrum luas, artinya dapat membunuh berbagai jenis jamur. Antijamur golongan azole bekerja dengan cara merusak membran sel jamur. Jika membran sel jamur rusak, maka sel tersebut akan mengalami kematian. Contoh obat ini adalah:

Clotrimazole.
Fluconazole.
Ketoconazole.
Itraconazole.
Miconazole.
Voriconazole.

Echinocadin. Ini merupakan antijamur yang bekerja dengan cara merusak dinding sel jamur. Jika dinding sel jamur tidak dapat dibentuk maka sel tersebut akan mengalami kematian. Contoh obat ini adalah:
Anidulafungin.
Micafungin.
Polyene. Antijamur golongan polyene dikenal juga sebagai obat antimikotik. Obat ini juga bekerja dengan cara merusak membran sel jamur sehingga menyebabkan kematian sel tersebut. Contoh obat antijamur polyene adalah:
Nystatin.
Amphotericin B.
Selain yang telah disebutkan, terdapat juga antijamur lain yang tidak digolongkan namun juga dapat membunuh jamur, seperti griseofulvin dan terbinafine. Obat antijamur umumnya dapat diperoleh dalam bentuk topikal (oles), oral (minum), intravena (suntik atau infus), maupun intravagina (ovula).

Peringatan:
Sebelum menggunakan obat antijamur, sebaiknya memerhatikan kondisi-kondisi berikut ini:

Kehamilan dan menyusui. Kebanyakan obat antijamur tidak cocok untuk digunakan oleh ibu hamil dan menyusui. Hendaknya dikonsultasikan terlebih dahulu ke dokter jika akan menggunakan obat antijamur.
Alergi. Hendaknya berkonsultasi terlebih dahulu kepada doker apabila Anda memiliki alergi terhadap benda atau obat tertentu, terutama antijamur.
Interaksi antar obat. Jika Anda sedang menjalani pengobatan dengan obat-obatan tertentu kemudian ingin mengonsumsi obat antijamur, hendaknya mengonsultasikannya terlebih dahulu kepada dokter agar terhindar dari interaksi obat yang berbahaya.
Penyakit Liver. Hati-hati penggunaan obat jamur pada orang yang memiliki gangguan fungsi hati atau penyakit liver karena dapat mengakibatkan kerusakan hati.
Beberapa efek samping yang dapat ditimbulkan dari obat antijamur, antara lain adalah:

Ruam.
Gatal-gatal.
Diare.
Tidak enak badan.
Kemerahan pada kulit.
Nyeri perut.
Dosis Antijamur
Berikut ini adalah jenis-jenis obat golongan antijamur, yang digunakan untuk menangani sejumlah kondisi pada orang dewasa. Penjelasan rinci mengenai efek samping, peringatan, atau interaksi dari masing-masing antijamur, dapat dilihat pada halaman Obat A-Z.

Itraconazole
Merek dagang Itraconazole: Fungitrazol, Itzol, Mycotrazol, Sporanox, Sporax

Kondisi: Infeksi jamur sistemik

Oral
Dosis: 100-200 mg, 1-3 kali sehari tergantung dari beratnya penyakit.
Intravena
Dosis: 200 mg dua kali sehari untuk hari pertama, dilanjutkan dengan 200 mg sekali sehari sampai hari ke-14.
Kondisi: Tinea corporis, tinea cruris

Oral
Dosis: 100 mg per hari selama 15 hari atau 200 mg per hari selama 7 hari.
Kondisi:Kandidiasis orofaring

Oral
Dosis: 100 mg per hari selama 15 hari. Khusus pasien yang juga menderita AIDS atau neutropenia dapat diberikan 200 mg per hari selama 15 hari.
Kondisi: Kandidiasis vulvovaginal

Oral
Dosis: 200 mg dua kali sehari selama 1 hari.
Kondisi: Tinea pedis

Oral
Dosis: 100 mg per hari selama 30 hari atau 200 mg per hari selama 7 hari.
Kondisi: Jamur kuku

Oral
Dosis: 200 mg per hari selama 3 bulan.
Kondisi: Panu

Oral
Dosis: 200 mg per hari selama 7 hari.
Kondisi: Pencegahan infeksi jamur pada orang dengan daya tahan tubuh rendah

Oral
Dosis: 200 mg, satu-dua kali sehari.
Ketoconazole
Merek dagang Ketoconazole: Formyco, Nizol, Nizoral, Solinfec, Tokasid, Zoloral

Kondisi: Infeksi jamur

Oral
Dosis: 200-400 mg per hari, digunakan sampai gejala hilang atau pemeriksaan negatif.
Kondisi: Panu dan jamur kulit

Topikal
Dosis: Oleskan krim ketoconazole 2% satu hingga dua kali sehari hingga gejala yang timbul mereda.
Kondisi: Dermatitis seboroik

Topikal
Dosis: Sampo 2%, digunakan 2 kali seminggu, selama 2-4 minggu.
Clotrimazole
Merek dagang Clotrimazole: Canesten, Clonitia

Kondisi: Kandidiasis vulvovaginal

Intravaginal
Dosis: 100 mg per hari selama 6 hari. Bisa juga diberikan 200 mg per hari selama 3 hari atau 500 mg sebagai dosis tunggal. Obat dimasukkan ke dalam vagina.
Kondisi: Infeksi jamur pada kulit

Topikal
Dosis: Oleskan krim clotrimazole 1% dua hingga empat kali sehari
Fluconazole
Merek dagang Fluconazole: Cryptal, Diflucan, FCZ, Fluxar, Kifluzol, Zemyc

Kondisi: Infeksi kriptokokosis dan kandidiasis sistemik

Intravena dan oral
Dosis: 400 mg sekali sehari sebagai dosis awal, kemudian diikuti dengan 200-400 mg sekali sehari selama sekitar 6-8 minggu.
Kondisi: Kandidiasis mukosa superfisialis

Oral
Dosis: 50 mg per hari, dapat ditambahkan hingga 100 mg per hari selama 7-14 hari.
Kondisi: Panu

Oral
Dosis: 50 mg sekali sehari selama 6 minggu.
Kondisi: Kandidiasis penis dan vagina

Oral
Dosis: 150 mg sebagai dosis tunggal.
Kondisi: Pencegahan infeksi jamur pada pasien dengan daya tahan tubuh rendah

Oral
Dosis: 50-400 mg per hari
Miconazole
Merek dagang Miconazole: Funtas, Locoriz, Mycorine, Mycozol

Kondisi: Infeksi jamur kulit

Topikal
Dosis: Gunakan krim atau powder 2 % sebanyak dua kali sehari pada area yang terinfeksi selama 2-6 minggu. Teruskan terapi sampai 1 minggu setelah gejala hilang.
Kondisi: Infeksi fungi pada kuku

Topikal
Dosis: Gunakan krim atau powder 2 % sebanyak 1-2 kali sehari pada area yang terinfeksi hingga 10 hari setelah gejala menghilang.
Kondisi: Kandidiasis vulvovaginal

Topikal
Dosis: Gunakan krim 2 % dengan cara dioleskan pada vagina sekali sehari pada saat sebelum tidur selama 10-14 hari.
Tioconazole
Merek dagang Tioconazole: Trosyd, Prodermal

Kondisi: Infeksi jamur kulit

Topikal
Dosis: Sebagai krim 1%, oleskan 1-2 kali sehari selama 7 hari – 6 minggu.
Voriconazole
Merek dagang Voriconazole: VFend, Vazol

Kondisi: Pengobatan candidemia, infeksi candida pada jaringan bagian dalam, aspergillosis invasif, scedosporiosis dan fusariosis

Intravena
Dosis: 6 mg/kg 2 kali selama 24 jam pertama diikuti dengan 4 mg/kg dua kali sehari.
Oral
Dosis: 400 mg dua kali selama 24 jam pertama diikuti dengan 200 mg dua kali sehari.
Anidulafungin
Merek dagang Anidulafungin: Ecalta

Kondisi: Kandidiasis esofagus

Intravena
Dosis: 100 mg sebagai dosis hari pertama diikuti 50 mg perhari hingga 7 hari setelah gejala klinis menghilang.
Kondisi: Kandidiasis lainnya

Intravena
Dosis: 200 mg dosis hari pertama, diikuti 100 mg per hari hingga 14 hari setelah gejala klinis menghilang.
Micafungin
Merek dagang Micafungin: Mycamin

Kondisi: Kandidiasis berat

Intravena
Dosis: 100-200 mg per hari selama 14 hari.
Kondisi: Kandidiasis esofagus

Intravena
Dosis: 150 mg sehari sekali selama seminggu
Nystatin
Merek dagang Nystatin: Candistin, Cazetin, Constantia, Enystin, Mycostatin, Nymiko, Nystin, Flagystatin

Kondisi: Kandidiasis mulut

Oral
Dosis: 100.000 unit 4 hari sekali. Kocok dulu di mulut sebelum ditelan.
Kondisi: Kandidiasis usus

Oral
Dosis: 500.000-1.000.000 unit 3-4 kali sehari.
Kondisi: Kandidiasis vulvovaginal

Intravaginal
Dosis: 100.000-200.000 unit sehari sekali pada saat akan tidur selama 14 hari.
Amphotericin B
Merek dagang Amphotericin B: -

Kondisi: Aspergilosis yang menyebar

Intravena
Dosis: 0,6-0,7 mg/kg tiap hari selama 3-6 bulan.
Kondisi: Endokarditis

Intravena
Dosis: 0,6-1 mg/kg selama seminggu dan 0,8 mg/kg tiap 2 hari selama 6-8 minggu pasca operasi.
Griseofulvin
Merek dagang Griseofulvin: Grivin Forte, Rexavin

Kondisi: Jamur kulit

Oral
Dosis: 0,5-1 gram per hari, dapat diminum dalam 1 atau 2 dosis selama 2 minggu – 12 bulan (bila infeksi mengenai kuku)
Terbinafine
Merek dagang Terbinafine: Interbi, Lamisil, Termisil

Kondisi: Jamur kulit

Oral
Dosis: 250 mg sekali sehari. Dapat dikonsumsi selama 2-12 minggu.
Topikal
Dosis: sebagai krim 1%, gunakan 1-2 kali sehari pada daerah yang terinfeksi. Dapat digunakan selama 1-2 minggu.
https://www.alodokter.com/antijamur

Jumat, 05 April 2019

Cara Terbaik Memanggil Rasulullah SAW

Allah berfirman dalam Al Qur’an:

لَا تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا قَدْ يَعْلَمُ اللَّهُ الَّذِينَ يَتَسَلَّلُونَ مِنْكُمْ لِوَاذًا فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ


Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain). Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang berangsur-angsur pergi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih. (QS An Nur 63).
Komentar para ulama Tafsir tentang ayat: Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain).

1. Tafsir Jalalain:

بِأَنْ تَقُوْلُوْا يَا مُحَمَّدُ ، بَلْ قُوْلُوْا : يَا نَبِيَّ اللهِ ، يَا رَسُوْلُ اللهِ ، فِي لِيْنٍ وَتَوَاضُعٍ وَخَفْضِ صَوْتٍ


“Yaitu dengan memanggil: “Wahai Muhammad!” tapi katakanlah: “Wahai Nabi Allah! Wahai Rasulullah!” dengan penuh kelembutan, ketawadhuan dan suara yang rendah.”
2. Tafsir Thobari

عن مجاهد: قال: أمرهم أن يدعوا: يا رسول الله، في لين وتواضع، ولا يقولوا: يا محمد، في تجهم.


“Dari Imam Mujahid: “Allah memerintahkan mereka agar menyeru: “Wahai Rasulullah!” dengan penuh kelembutan dan tawadhu, dan tidak mengatakan: “Wahai Muhammad!” dengan penuh kekasaran.”
3. Tafsir Ibnu Katsir

قَالَ الضَّحَّاكُ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ: كَانُوْا يَقُوْلُوْنَ: يَا مُحَمَّدُ، يَا أَبَا الْقَاسِمُ، فَنَهَاهُمُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَنْ ذَلِكَ إِعْظَامًا لِنَبِيِّهِ، صَلَوَاتُ اللهِ وَسَلاَمُهُ عَلَيْهِ قَالَ: فَقَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، يَا نَبِيَّ اللهِ. وَهَكَذَا قَالَ مُجَاهِدٌ، وَسَعِيْدُ بْنُ جُبَيْرٍ.
وَقَالَ قَتَادَةُ: أَمَرَ اللهُ أَنْ يُهَابَ نَبِيِّهِ صلى الله عليه وسلم، وَأَنْ يُبَجَّلَ وَأَنْ يُعَظَّمَ وَأَنْ يُسَوَّدَ.


Imam Dhohhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas: “Mereka mengatakan: “Wahai Muhammad, Wahai Abul Qosim,” maka Allah melarang mereka dari ucapan tersebut, karena mengagungkan nabi-Nya saw. Merekapun lalu mengatakan: “Wahai Rasulullah, wahai Nabi Allah.” Begitulah pendapat Imam Mujahid dan Said bin Jubair.
Qotadah berkata: “Allah memerintahkan agar Nabi-Nya diistimewakan, diagungkan, dibesarkan dan diucapkan kepadanya: “Wahai Sayyid (Sayyidi atau Sayyiduna).”

4. Tafsir Asy Syinqithi:

فَلاَ تَقُوْلُوْا لَهُ : يَا مُحَمَّدُ مُصَرِّحِيْنَ بِاسْمِهِ


“Jangan ucapkan: “Wahai Muhammad!” Jelas dengan namanya saja..”
Puluhan lagi tafsir lainnya yang menuliskan perkara yang sama!!!

DULU, HANYA ORANG YAHUDI DAN ORANG BADUI YANG MEMANGGILNYA DEMIKIAN!

Imam Muslim meriwayatkan dalam shahihnya no 742 dari Abu Asma Ar Rahabi bahwa Tsauban Maula Rasulillah bercerita kepadanya:

كُنْتُ قَائِمًا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَجَاءَ حَبْرٌ مِنْ أَحْبَارِ الْيَهُودِ فَقَالَ السَّلاَمُ عَلَيْكَ يَا مُحَمَّدُ. فَدَفَعْتُهُ دَفْعَةً كَادَ يُصْرَعُ مِنْهَا فَقَالَ لِمَ تَدْفَعُنِى فَقُلْتُ أَلاَ تَقُولُ يَا رَسُولَ اللَّهِ. فَقَالَ الْيَهُودِىُّ إِنَّمَا نَدْعُوهُ بِاسْمِهِ الَّذِى سَمَّاهُ بِهِ أَهْلُهُ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنَّ اسْمِى مُحَمَّدٌ الَّذِى سَمَّانِى بِهِ أَهْلِى ».


“Aku berada di sisi Rasulullah saw, lalu tiba-tiba datanglah seorang pendeta Yahudi seraya berkata: “As Salamu Alaika Ya Muhammad.” Akupun mendorongnya hingga ia hamper jatuh. Iapun berkata: “Kenapa kau mendorongku?” Akupun menjawab: “Tidak bisakah kau ucapkan: “Wahai Rasulullah?!” (Jangan pakai namanya langsung). Pendeta Yahudi itupun berkata: “Kami memanggilnya dengan nama yang diberikan keluarganya. Lalu Nabi saw menyahut: “Sesunggunya nama yang diberikan keluargaku memang Muhammad.”…
Demikianlah yang dilakukan sahabat Nabi saw, saat mendengar ada orang yang memanggil Nabi saw dengan sebutan namanya, ia langsung mendorongnya tanda tidak suka, ia tidak peduli walaupun orang tersebut adalah orang Yahudi yang cenderung memusuhi Nabi saw, yang tidak akan memahami adab kepada baginda nabi saw. Nah bagaimanakah jika yang disaksikan sahabat ini adalah seorang muslim, mungkin bukan dorongan yang dilakukannya, bisa sesuatu yang lebih ekstrem lagi.
Di hadits ini juga dijelaskan ketawadhuan Nabi saw, beliau tanpa ingin memperpanjang masalah dengan sang pendeta, rela mengatakan bahwa memang namanya adalah Muhammad, dan satu hal yang harus menjadi catatan kita, ini dilakukan oleh Nabi saw untuk seorang Yahudi, hal ini bukan pembenaran terhadap bolehnya melakukan ini, Nabi saw tidak menyuruh Tsauban minta maaf dan tidak pernah menyalahkannya karena beliau merasa yang dilakukan Tsauban benar adanya.
Hadits lainnya yang menyebutkan orang yang memanggil Nabi dengan namanya, yang dilakukan oleh seorang muslim dapat dipastikan pelakunya adalah orang arab badui, yang tidak kenal etika dan bodoh, sehingga para sahabatpun memberikan toleransi kepada mereka.

WASIAT SAHABAT NABI SAW

Imam Thobrani meriwayatkan dari Imam Hasan Bashri, dari Qois bin Ashim Al Minqori, dia berkata:

قَدِمْتُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا رَآنِي سَمِعْتُهُ، يَقُولُ:”هَذَا سَيِّدُ أَهْلِ الْعَرَبِ

“Aku dating menemui Rasulullah saw, dan saat beliau melihatku beliau bersabda: “Ini adalah Sayyid (pimpinan) bangsa Arab…”.
Dalam riwayat lain:

هَذَا سَيِّدُ أَهْلِ الْوَبَرِ

“Ini adalah Sayyid (pimpinan) bangsa yang berpakaian kulit.”
Dalam kelanjutan hadits ini disebutkan:

فَلَمَّا حَضَرَتْ قَيْسًا الْوَفَاةُ، قَالَ: يَا بنيَّ خُذُوا عَنِّي، لا أَجِدُ أَنْصَحَ لَكُمْ مِنِّي: إِذَا أَنَا مُتُّ فَسَوِّدُوا كِبَارَكُمْ، وَلا تُسَوِّدُوا صِغَارَكُمْ فَيَسْتَسْفِهَكُمُ النَّاسُ فَيَهُونُوا عَلَيْكُمْ،


Saat kematian Qois akan tiba, ia berkata: “Wahai anakku, ambillah (nasihat) dariku, aku tidak menemukan orang yang lebih banyak bernasihat kepada kalian melebihi diriku. Apabila aku telah meninggal maka panggillah pembesar kalian dengan ucapan Sayyid (Tuan) dan janganlah kalian ucapkan Sayyid (tuan) kepada orang kecil dari kalian (yang tidak berpangkat dan istimewa) karena itu artinya meminta orang lain menghina kalian dan mereka akan menghinakan kalian….”
Hadits ini disebutkan oleh Imam Thobrani dalam Mu’jam Kabir no 15263 dari jalur Imam Ahmad bin Hanbal dan Ibnu Abil Ja’ad, Abu Ya’la dalam Al Mafarid no 106. Harits bin Usamah juga meriwayatkannya sebagaimana yang diriwayatkan Al Hafidz dalam Ithaful Khiyarah. Dalam Sanad Harits ada Daud bin Muhabbir, dia dhoif.
Riwayat Abu Ya’la dan Thobrani juga dhoif, dengan adanya dua sanad untuk riwayat ini maka hadits ini menjadi hasan. Menurut Imam Suyuti semua riwayat dhoif dari Imam Ahmad adalah dhoif yang mendekati hadits hasan.
Jelas sekali perintah yang ada dalam riwayat di atas, kita disuruh untuk meninggikan orang yang mulia dan memanggil mereka dengan ucapan Sayyid (Tuan). Dan kita tidak diperbolehkan memanggil orang-orang hina dengan ucapan tersebut, dalam hadits shahih ditegaskan:

إِذَا قَالَ الرَّجُلُ لِلْمُنَافِقِ يَا سَيِّدُ فَقَدْ أَغْضَبَ رَبَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى


“Apabila seseorang berkata kepada seorang munafik: “Wahai Sayyidi (Tuanku)!” maka dia telah membuat Allah murka.”
Dalam hadits shahih dari Buraidah:

لَا تَقُوْلُوْا لِلْمُنَافِقِ سَيِّدًا فَإِنَّهُ إِنْ يَكُ سَيِّدًا فَقَدْ أَسْخَطْتُمْ رَبَّكُمْ عَزَّ وَجَلَّ


“Jangan kalian memanggil orang munafik sebagai Tuan, karena jika ia menjadi seorang Sayyid (Tua) maka kalian telah membuat murka tuhan kalian.” Shahih At Targhib no 2923.
Dua hadits ini memberi tahukan beberapa hal:
1. Boleh mengucapkan Sayyid kepada orang mulia
2. Haram mengucapkan Sayyid kepada orang munafik
3. Saat suatu penghormatan haram diberikan kepada orang munafik maka sebalikanya wajib memberikan penghormatan kepada orang mulia.
Jika menghormati orang munafik menyebabkan Allah murka, maka tidak menghormati orang yang mulia juga sama, karena inilah makna sebaliknya (mafhum Mukholafah) dari hadits tersebut. Wallahu a’lam.
Oleh : al-fadhil ust noridho

Sumber : KLIK DISINI

Bahaya Slogan “Slogan Kembali Ke Alquran Dan As Sunnah”


KITA WAJIB KEMBALI KEPADA AL-QURAN DAN HADITS (SUNNAH)….!!!


Ucapan dan Slogan ini memang benar, tapi racunnyya sangat mematikan…kenapa demikian ? sini saya ajak berpikir jernih dan ilmiyyah….
1. Memangnya para imam madzhab seperti imam Syafi’i, Hanbali, Maliki dan Hanafi tidak kembali kepada al-Quran dan Sunnah ketika mengkaji fiqih-fiqihnya ?
2. Memangnya mayoritas umat Islam yang belajar kitab-kitab fiqih, tidak kembali kepada al-Quran dan Sunnah ?
3. Memangnya kitab-kitab fiqih para ulama tidak merujuk kepada al-Quran dan Sunnah ?
4. Jika slogan ini kita fatwakan dan koar-koarkan dengan membabi buta, apa jadinya kehidupan dunia ?
– kaum awam akan langsung merujuk kepada al-Quran dan hadits ketika ada satu persoalan
– kaum yag bukan ahlinya akan melontarkan fatwa dan hujjah sesuai pemahamannya masing-masing terhadap al-Quran dan hadits yang ia baca dan kaji.
– seluruh kaum muslimin, akan disibukkan dengan tugas ini, semua individu muslim akan sibuk menggali hukum dari al-Quran dan hadits, sehingga terbengkalai lah tugas mereka di dalam mencari penghidupan (nafkah dan lainnya).
– akan muncul ratusan bahkan ribuan, aliran-aliran sesat, akibat salah paham di dalam mengkaji kandungan al-Quran dan hadits.
– dan lain sebagainya….
5. Dalam urusan duniawi saja, kita tidak boleh berijtihad meracik obat menurut pemikiran kita sendiri ketika kita mengalami sakit tanpa ada ilmu dan keahlian. Atau kita tidak boleh datang kepada orang yang bukan ahlinya di dalam mengobati sakit kita. Apa jadinya jika setiap orang sakit harus meracik obat sendiri sesuai pemahamannya atau datang kepada orang yang bukan ahlinya ??
6. Bukankah ketika kita sakit, kita datang ke dokter umum yang sudah mengetahui ilmunya dan punya keahlian itu ? bahkan terkadang pergi ke dokter specialis / khusus yang lebih menguasai ilmu tertentu yang terkait penyakit tertentu ???
Begini wahai saudaraku, kembali kepada al-Quran dan Hadits atau sunnah memanglah kewajiban umat Islam saat ada permasalahan, ini memang perintah Allah dan Rasulnya dibanyak ayat-ayat al-Quran yang menjelaskannya. Tetapi proses penggalian hukum dari al-Quran dan Hadits, bukan dibebankan kepada setiap orang muslim.
Bukankah Allah dan Rasulnya telah mengecam bagi orang yang memahami al-Quran tapi bukan ahlinya ?
Nabi telah bersabda :
ﻣَﻦْ ﻓَﺴَّﺮَ ﺍْﻟﻘُﺮْﺁﻥَ ﺑِﺮَﺃْﻳِﻪِ ﻓَﻠْﻴَﺘَﺒَﻮَّﺃْ ﻣَﻘْﻌَﺪَﻩُ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻨَّﺎﺭ
“ Barang Siapa yang menafsirkan Al Qur’an dengan pemikirannya sendiri maka hendaknya dia menempati tempat duduknya yang terbuat dari api neraka”.(HR. Ahmad, At Tirmidzi dan Ibnu Abi Syaibah) .
Para ulama mengomentari, “ Walaupun ternyata penafsirannya benar “.
Oke, saya kasih beberapa contoh kecilnya saja :
Contoh pertama;
لَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَفْرَحُونَ بِمَا أَتَوْا وَيُحِبُّونَ أَنْ يُحْمَدُوا بِمَا لَمْ يَفْعَلُوا فَلَا تَحْسَبَنَّهُمْ بِمَفَازَةٍ مِنَ الْعَذَابِ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“ Janganlah sekali-kali kamu mengira bahwa orang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka dipuji atas perbuatan yang tidak mereka lakukan, jangan sekali-kali kamu mengira bahwa mereka akan lolos dari adzab, mereka akan medapat adzab yang pedih “. (Al-Imran : 188)
Jika kita artikan sesuai dhahirnya (tekstual/literal) saja maka kita pahami bahwa kita semua akan kena adzab Allah yang pedih, kenapa ? karena kita semua pasti merasa senang dengan apa yg kita perbuat dan selalu ingin dipuji atas karya kita.
Namun sangat berbeda jika kita pahami ayat tersebut dengan sesuai ilmunya yaitu sebagaimana tafisran Ibnu Abbas Ra dalam shohih Bukhari dan Muslim berikut :
“ Ayat tersebut turun kepada Ahlul kitab ketika Nabi Saw bertanya pada mereka tentang sesuatu, lalu mereka menyembunyikannya dan memberitahukannya dengan selainnya dan mereka berkata bahwa mereka telah memberitahukan pada nabi dan mereka minta dipuji atas demikian itu “. (HR. bukhari dan Muslim)
Contoh kedua :
Allah Berfirman :
لَيْسَ عَلَى الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ جُنَاحٌ فِيمَا طَعِمُوا
“ Tidak berdosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan tentang apa yang mereka makan “ (Al-Maidah : 93)
Dengan ayat ini Utsman bin Madh’un dan Amr bin Ma’ad berkata “ Khomr itu mubah bagi kita “.
Padahal pemahaman yang benar bukanlah demikian jika mengetahui sebab nuzulnya yaitu “ Bahwa orang-orang berkata saat khomr itu diharamkan “ Bagaimana dengan orang-orang yang wafat di jalan Allah dan mereka minum khomr ?” Maka turunlah ayat tsb. Artinya Allah memaafkan perbuatan yang dilakukan pada masa dahulu yang belom diturunkannya pelarangan khomr.
Contoh ketiga :
افرايت من اتخذ الهه هواه
“ Sudahkah engkau melihat orang yang menjadikan Tuhannya sebagai hawa nafsunya (keinginannya) ? ” (Al-Furqan : 43)
Ayat tsb jika kita lihat secara dhahirnya, maka akan menimbulkan bahwa tidak boleh menjadikan Tuhan sebagai keinginannya dan ini sungguh bertentangan dengan perintah-perintah ayat lainnya. Artinya tidaklah mengapa menjadikan Tuhan sebgai keinginannya dan ini hal terpuji.
Namun maksud ayat tsb bukanlah demikian, maka ayat tsb mengandung Taqdimul kalam wa takhirihi, makna yang sebenarnya adalah :
افرايت من اتخذ هواه الهه
“ Apakah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya ? ”
Inilah maksud yang sebenarnya. Lafadz ilahahu merupakan taqdim dan lafadz hawahu merupakan takhir. Artinya mereka menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhan. Yang selalu memathui perintah-perintah nafsunya.
Dan tak akan habis jika saya beberkan contoh lainnya belum lagi contoh beratnnya, karena setiap contoh akan terikat dengan fan ilmu yang berkaitan dengannya. Demikian pula dalam memahami hadits-hadits Nabi Saw, sangat dibutuhkan ilmu alat karena ucapan Nabi Saw merupakan syarah dari ayat-ayat al-Quran yang memiliki kesempurnaan bahasa.
Kitab-kitab tafsir dan fiiqh para ulama merupakan sumbangsih bagi umat muslim di dalam memahami makna ayat-ayat al-Quran yang sesuai maksud Allah dan Rasul-Nya.
Sehingga memahami al-Quran tidak cukup dengan hanya mengandalkan terjemah tanpa mau merujuk tafsiran para ulama salaf yang berkompeten dibidang tafsir, agar kita tidak jauh memahami makna ayatnya dari pemahaman yang sebenarnya. Sehingga sebuah keharusan mengikuti / taqlid pada pemahaman ulama salaf.
Bagaimana kita bisa memahami al-Quran yang berbahasa arab tanpa memepelajari bahasa arab ? Terjemahan al-Quran yang ada merupakan hasil dari pemahaman bahasa arab pada al-Quran itu sendiri. Namun tidak cukup memahami terjemahan lafadz per lafadznya saja tanpa menjelaskan maksudnya. Nah maksud ayat al-Quran dibutuhkan penafsiran sedangkan penafsiran butuh pada ilmu yang berkaitan dengannya. Dan para ulama tafsirlah yang mampu melakukan ini semua, kita hanya tinggal menikmati hasilnya.
Dan kitab-kitab tafisr merupakan hasil dari penafsiran para ulama yang berkompeten di bidangnya. Untuk kita yang berbangsa ajami (non arab), membutuhkan penerjemahannya ke dalam bahasa masing-masing penduduk. Atau mempelajari ilmu bahasa arab untuk mempelajari kitab-kitab tafsir tersebut. Namun masih dibutuhkan seorang guru yang benar-benar menguasai ilmu bahasa arab agar kita tidak salah paham dalam memaknainya. Dan seorang guru yang memiliki sanad (mata rantai) keilmuan yang bersambung sampai pada ulama pengarang kitab tafsirnya, agar tidak menyimpang dari pemahaman yang dimaksud oleh para ulama tsb.
Tidak semua kaum muslimin berkecimpung dalam ilmu bahasa arab atau ilmu alat dan ilmu tafsir. Mereka memiliki tahapannya masing-masing.
Semisal, anak kecil yang baru baligh, maka kita tidak ajarkan ilmu alat melainkan kita ajarkan ilmu fiqih yang berkaitan pada kewajibannya semisal sholat dan puasa ramadhan di samping ia juga membaca al-Qurannya. Dan itu pun sama dengan dia mempelajari al-Quran, sebab ilmu fiqih merupakan ilmu yang dihasilkan dari al-quran dan al-Hadits yang telah di racik oleh para ulama.
Bisa juga melalui pengajian-pengajian, majlis-majlis ilmu atau majlis mauidzhah, atau lainnya. Ini mrupakan salah satu media untuk memahami ilmu al-Quran dan hadits Nabi Saw. Karena materi yang disampaikan sipenceramah merupakan suguhan matenganya yang telah diracik dari al-Quran dan hadits. Ibaratnya pergi ke warung untuk makan, maka dia tidak perlu membuat hidangan makan sndiri yang butuh bahan-bahan dan meraciknya sendiri.
Namun juga harus hari-hati, karena bias jadi hidangan di warung terdapat racun atau unsure ksengajaan untuk mencelakakan org lain.
Setelah lebih dewasa dan memahami tentang ilmu fardhu ainnya, maka ia mnginjak tahapan selanjutnya, yaitu berusaha memahami ilmu fardhu ainnya dengan dalil-dalilnya.
Kemudian tahap selanjutnya memahami wasilah atau perantara dalam memahami dalil-dalil ilmu tersebut yaitu ilmu alat. Apalgi yang berhubungan lansgung dengan ayat al-Qurannya atau nash haditsnya.
Seandainya umat muslim tanpa tahapan-tahapan ini, maka bias dibayangkan bagaimana jadinya agama Islam ini. Karena akan banyak timbul pemahaman-pemahamn keliru, salah bahkan mennyimpang dari maksud yang sebenarnya, dan hal ini telah banyak kasusnya dalam alairan-aliran sempalan Islam.
Ibnu Taimiyyah berkata :
ولو سقط علم النحو لسقط فهم القرآن، وفهم حديث النبي ولو سقط لسقط الإسلام
“ Seanadainya ilmu nahwunya jatuh (apalagi tdk mau mempelajarinya), maka akan jatuh juga pemahaman al-Quran dan pemahaman hadits, dan seandainya pemhaman alquran dan hadits jatuh, maka jatuhlah Islam “
Bahkan Ibnu Taimiyyah sendiri pun lebih mengetatkannya dalam hal ini, sampai-sampai ia melarang umat muslim membawakan ayat al-Quran tanpa bahasa arab, misalnya dengan huruf latinnnya. Berikut pendapatnya :
واما الاتيان بلفظ يبين المعنى كبيان لفظ القرأن فهذا غير ممكن وعلى هذا كان ائمة الدين على انه لا يجوز ان يقرأ بغير العربية لا مع القدرة و لا مع العجز لان ذالك يخرجه عن ان يكون هو القرأن المنزل

“ Membawakan Al-Quran dengan lafadz yang menjelaskan makna Al-Quran, ini tidaklah mungkin bisa dilakukan. Oleh karena itu para imam Agama berpendapat tidak boleh membaca Al-Quran tanpa bahasa arab, walaupun dia mampu atau pun tidak mampu membaca arabnya. karena yang demikian itu akan mengeluarkan al-Quran dari Al-Quran yang diturunkan sebenarnya “. “

SUMBER : KLIK DISINI