Halaman
Senin, 29 April 2019
Anti jamur
Antijamur adalah kelompok obat yang berfungsi untuk menyembuhkan infeksi pada tubuh akibat jamur atau fungi. Umumnya infeksi jamur terjadi pada kulit, rambut, dan kuku. Namun pada beberapa kasus, infeksi ini juga dapat terjadi pada organ bagian dalam sehingga cukup berbahaya dan memerlukan perawatan intensif. Seringkali infeksi jamur yang bersifat serius terjadi akibat penderita memiliki daya tahan tubuh yang lemah, misalnya akibat mengonsumsi obat imunosupresan atau menderita HIV.
Terdapat beberapa kelompok obat antijamur berdasarkan jenis dan cara kerjanya, yaitu:
Antijamur golongan azole. Ini merupakan antijamur yang berspektrum luas, artinya dapat membunuh berbagai jenis jamur. Antijamur golongan azole bekerja dengan cara merusak membran sel jamur. Jika membran sel jamur rusak, maka sel tersebut akan mengalami kematian. Contoh obat ini adalah:
Clotrimazole.
Fluconazole.
Ketoconazole.
Itraconazole.
Miconazole.
Voriconazole.
Echinocadin. Ini merupakan antijamur yang bekerja dengan cara merusak dinding sel jamur. Jika dinding sel jamur tidak dapat dibentuk maka sel tersebut akan mengalami kematian. Contoh obat ini adalah:
Anidulafungin.
Micafungin.
Polyene. Antijamur golongan polyene dikenal juga sebagai obat antimikotik. Obat ini juga bekerja dengan cara merusak membran sel jamur sehingga menyebabkan kematian sel tersebut. Contoh obat antijamur polyene adalah:
Nystatin.
Amphotericin B.
Selain yang telah disebutkan, terdapat juga antijamur lain yang tidak digolongkan namun juga dapat membunuh jamur, seperti griseofulvin dan terbinafine. Obat antijamur umumnya dapat diperoleh dalam bentuk topikal (oles), oral (minum), intravena (suntik atau infus), maupun intravagina (ovula).
Peringatan:
Sebelum menggunakan obat antijamur, sebaiknya memerhatikan kondisi-kondisi berikut ini:
Kehamilan dan menyusui. Kebanyakan obat antijamur tidak cocok untuk digunakan oleh ibu hamil dan menyusui. Hendaknya dikonsultasikan terlebih dahulu ke dokter jika akan menggunakan obat antijamur.
Alergi. Hendaknya berkonsultasi terlebih dahulu kepada doker apabila Anda memiliki alergi terhadap benda atau obat tertentu, terutama antijamur.
Interaksi antar obat. Jika Anda sedang menjalani pengobatan dengan obat-obatan tertentu kemudian ingin mengonsumsi obat antijamur, hendaknya mengonsultasikannya terlebih dahulu kepada dokter agar terhindar dari interaksi obat yang berbahaya.
Penyakit Liver. Hati-hati penggunaan obat jamur pada orang yang memiliki gangguan fungsi hati atau penyakit liver karena dapat mengakibatkan kerusakan hati.
Beberapa efek samping yang dapat ditimbulkan dari obat antijamur, antara lain adalah:
Ruam.
Gatal-gatal.
Diare.
Tidak enak badan.
Kemerahan pada kulit.
Nyeri perut.
Dosis Antijamur
Berikut ini adalah jenis-jenis obat golongan antijamur, yang digunakan untuk menangani sejumlah kondisi pada orang dewasa. Penjelasan rinci mengenai efek samping, peringatan, atau interaksi dari masing-masing antijamur, dapat dilihat pada halaman Obat A-Z.
Itraconazole
Merek dagang Itraconazole: Fungitrazol, Itzol, Mycotrazol, Sporanox, Sporax
Kondisi: Infeksi jamur sistemik
Oral
Dosis: 100-200 mg, 1-3 kali sehari tergantung dari beratnya penyakit.
Intravena
Dosis: 200 mg dua kali sehari untuk hari pertama, dilanjutkan dengan 200 mg sekali sehari sampai hari ke-14.
Kondisi: Tinea corporis, tinea cruris
Oral
Dosis: 100 mg per hari selama 15 hari atau 200 mg per hari selama 7 hari.
Kondisi:Kandidiasis orofaring
Oral
Dosis: 100 mg per hari selama 15 hari. Khusus pasien yang juga menderita AIDS atau neutropenia dapat diberikan 200 mg per hari selama 15 hari.
Kondisi: Kandidiasis vulvovaginal
Oral
Dosis: 200 mg dua kali sehari selama 1 hari.
Kondisi: Tinea pedis
Oral
Dosis: 100 mg per hari selama 30 hari atau 200 mg per hari selama 7 hari.
Kondisi: Jamur kuku
Oral
Dosis: 200 mg per hari selama 3 bulan.
Kondisi: Panu
Oral
Dosis: 200 mg per hari selama 7 hari.
Kondisi: Pencegahan infeksi jamur pada orang dengan daya tahan tubuh rendah
Oral
Dosis: 200 mg, satu-dua kali sehari.
Ketoconazole
Merek dagang Ketoconazole: Formyco, Nizol, Nizoral, Solinfec, Tokasid, Zoloral
Kondisi: Infeksi jamur
Oral
Dosis: 200-400 mg per hari, digunakan sampai gejala hilang atau pemeriksaan negatif.
Kondisi: Panu dan jamur kulit
Topikal
Dosis: Oleskan krim ketoconazole 2% satu hingga dua kali sehari hingga gejala yang timbul mereda.
Kondisi: Dermatitis seboroik
Topikal
Dosis: Sampo 2%, digunakan 2 kali seminggu, selama 2-4 minggu.
Clotrimazole
Merek dagang Clotrimazole: Canesten, Clonitia
Kondisi: Kandidiasis vulvovaginal
Intravaginal
Dosis: 100 mg per hari selama 6 hari. Bisa juga diberikan 200 mg per hari selama 3 hari atau 500 mg sebagai dosis tunggal. Obat dimasukkan ke dalam vagina.
Kondisi: Infeksi jamur pada kulit
Topikal
Dosis: Oleskan krim clotrimazole 1% dua hingga empat kali sehari
Fluconazole
Merek dagang Fluconazole: Cryptal, Diflucan, FCZ, Fluxar, Kifluzol, Zemyc
Kondisi: Infeksi kriptokokosis dan kandidiasis sistemik
Intravena dan oral
Dosis: 400 mg sekali sehari sebagai dosis awal, kemudian diikuti dengan 200-400 mg sekali sehari selama sekitar 6-8 minggu.
Kondisi: Kandidiasis mukosa superfisialis
Oral
Dosis: 50 mg per hari, dapat ditambahkan hingga 100 mg per hari selama 7-14 hari.
Kondisi: Panu
Oral
Dosis: 50 mg sekali sehari selama 6 minggu.
Kondisi: Kandidiasis penis dan vagina
Oral
Dosis: 150 mg sebagai dosis tunggal.
Kondisi: Pencegahan infeksi jamur pada pasien dengan daya tahan tubuh rendah
Oral
Dosis: 50-400 mg per hari
Miconazole
Merek dagang Miconazole: Funtas, Locoriz, Mycorine, Mycozol
Kondisi: Infeksi jamur kulit
Topikal
Dosis: Gunakan krim atau powder 2 % sebanyak dua kali sehari pada area yang terinfeksi selama 2-6 minggu. Teruskan terapi sampai 1 minggu setelah gejala hilang.
Kondisi: Infeksi fungi pada kuku
Topikal
Dosis: Gunakan krim atau powder 2 % sebanyak 1-2 kali sehari pada area yang terinfeksi hingga 10 hari setelah gejala menghilang.
Kondisi: Kandidiasis vulvovaginal
Topikal
Dosis: Gunakan krim 2 % dengan cara dioleskan pada vagina sekali sehari pada saat sebelum tidur selama 10-14 hari.
Tioconazole
Merek dagang Tioconazole: Trosyd, Prodermal
Kondisi: Infeksi jamur kulit
Topikal
Dosis: Sebagai krim 1%, oleskan 1-2 kali sehari selama 7 hari – 6 minggu.
Voriconazole
Merek dagang Voriconazole: VFend, Vazol
Kondisi: Pengobatan candidemia, infeksi candida pada jaringan bagian dalam, aspergillosis invasif, scedosporiosis dan fusariosis
Intravena
Dosis: 6 mg/kg 2 kali selama 24 jam pertama diikuti dengan 4 mg/kg dua kali sehari.
Oral
Dosis: 400 mg dua kali selama 24 jam pertama diikuti dengan 200 mg dua kali sehari.
Anidulafungin
Merek dagang Anidulafungin: Ecalta
Kondisi: Kandidiasis esofagus
Intravena
Dosis: 100 mg sebagai dosis hari pertama diikuti 50 mg perhari hingga 7 hari setelah gejala klinis menghilang.
Kondisi: Kandidiasis lainnya
Intravena
Dosis: 200 mg dosis hari pertama, diikuti 100 mg per hari hingga 14 hari setelah gejala klinis menghilang.
Micafungin
Merek dagang Micafungin: Mycamin
Kondisi: Kandidiasis berat
Intravena
Dosis: 100-200 mg per hari selama 14 hari.
Kondisi: Kandidiasis esofagus
Intravena
Dosis: 150 mg sehari sekali selama seminggu
Nystatin
Merek dagang Nystatin: Candistin, Cazetin, Constantia, Enystin, Mycostatin, Nymiko, Nystin, Flagystatin
Kondisi: Kandidiasis mulut
Oral
Dosis: 100.000 unit 4 hari sekali. Kocok dulu di mulut sebelum ditelan.
Kondisi: Kandidiasis usus
Oral
Dosis: 500.000-1.000.000 unit 3-4 kali sehari.
Kondisi: Kandidiasis vulvovaginal
Intravaginal
Dosis: 100.000-200.000 unit sehari sekali pada saat akan tidur selama 14 hari.
Amphotericin B
Merek dagang Amphotericin B: -
Kondisi: Aspergilosis yang menyebar
Intravena
Dosis: 0,6-0,7 mg/kg tiap hari selama 3-6 bulan.
Kondisi: Endokarditis
Intravena
Dosis: 0,6-1 mg/kg selama seminggu dan 0,8 mg/kg tiap 2 hari selama 6-8 minggu pasca operasi.
Griseofulvin
Merek dagang Griseofulvin: Grivin Forte, Rexavin
Kondisi: Jamur kulit
Oral
Dosis: 0,5-1 gram per hari, dapat diminum dalam 1 atau 2 dosis selama 2 minggu – 12 bulan (bila infeksi mengenai kuku)
Terbinafine
Merek dagang Terbinafine: Interbi, Lamisil, Termisil
Kondisi: Jamur kulit
Oral
Dosis: 250 mg sekali sehari. Dapat dikonsumsi selama 2-12 minggu.
Topikal
Dosis: sebagai krim 1%, gunakan 1-2 kali sehari pada daerah yang terinfeksi. Dapat digunakan selama 1-2 minggu.
https://www.alodokter.com/antijamur
Jumat, 05 April 2019
Cara Terbaik Memanggil Rasulullah SAW
Allah berfirman dalam Al Qur’an:
لَا تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا قَدْ يَعْلَمُ اللَّهُ الَّذِينَ يَتَسَلَّلُونَ مِنْكُمْ لِوَاذًا فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Komentar para ulama Tafsir tentang ayat: Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain).
1. Tafsir Jalalain:
بِأَنْ تَقُوْلُوْا يَا مُحَمَّدُ ، بَلْ قُوْلُوْا : يَا نَبِيَّ اللهِ ، يَا رَسُوْلُ اللهِ ، فِي لِيْنٍ وَتَوَاضُعٍ وَخَفْضِ صَوْتٍ
“Yaitu dengan memanggil: “Wahai Muhammad!” tapi katakanlah: “Wahai Nabi Allah! Wahai Rasulullah!” dengan penuh kelembutan, ketawadhuan dan suara yang rendah.”
2. Tafsir Thobari
عن مجاهد: قال: أمرهم أن يدعوا: يا رسول الله، في لين وتواضع، ولا يقولوا: يا محمد، في تجهم.
“Dari Imam Mujahid: “Allah memerintahkan mereka agar menyeru: “Wahai Rasulullah!” dengan penuh kelembutan dan tawadhu, dan tidak mengatakan: “Wahai Muhammad!” dengan penuh kekasaran.”
3. Tafsir Ibnu Katsir
قَالَ الضَّحَّاكُ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ: كَانُوْا يَقُوْلُوْنَ: يَا مُحَمَّدُ، يَا أَبَا الْقَاسِمُ، فَنَهَاهُمُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَنْ ذَلِكَ إِعْظَامًا لِنَبِيِّهِ، صَلَوَاتُ اللهِ وَسَلاَمُهُ عَلَيْهِ قَالَ: فَقَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، يَا نَبِيَّ اللهِ. وَهَكَذَا قَالَ مُجَاهِدٌ، وَسَعِيْدُ بْنُ جُبَيْرٍ.
وَقَالَ قَتَادَةُ: أَمَرَ اللهُ أَنْ يُهَابَ نَبِيِّهِ صلى الله عليه وسلم، وَأَنْ يُبَجَّلَ وَأَنْ يُعَظَّمَ وَأَنْ يُسَوَّدَ.
Imam Dhohhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas: “Mereka mengatakan: “Wahai Muhammad, Wahai Abul Qosim,” maka Allah melarang mereka dari ucapan tersebut, karena mengagungkan nabi-Nya saw. Merekapun lalu mengatakan: “Wahai Rasulullah, wahai Nabi Allah.” Begitulah pendapat Imam Mujahid dan Said bin Jubair.
Qotadah berkata: “Allah memerintahkan agar Nabi-Nya diistimewakan, diagungkan, dibesarkan dan diucapkan kepadanya: “Wahai Sayyid (Sayyidi atau Sayyiduna).”
4. Tafsir Asy Syinqithi:
فَلاَ تَقُوْلُوْا لَهُ : يَا مُحَمَّدُ مُصَرِّحِيْنَ بِاسْمِهِ
Puluhan lagi tafsir lainnya yang menuliskan perkara yang sama!!!
DULU, HANYA ORANG YAHUDI DAN ORANG BADUI YANG MEMANGGILNYA DEMIKIAN!
Imam Muslim meriwayatkan dalam shahihnya no 742 dari Abu Asma Ar Rahabi bahwa Tsauban Maula Rasulillah bercerita kepadanya:
كُنْتُ قَائِمًا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَجَاءَ حَبْرٌ مِنْ أَحْبَارِ الْيَهُودِ فَقَالَ السَّلاَمُ عَلَيْكَ يَا مُحَمَّدُ. فَدَفَعْتُهُ دَفْعَةً كَادَ يُصْرَعُ مِنْهَا فَقَالَ لِمَ تَدْفَعُنِى فَقُلْتُ أَلاَ تَقُولُ يَا رَسُولَ اللَّهِ. فَقَالَ الْيَهُودِىُّ إِنَّمَا نَدْعُوهُ بِاسْمِهِ الَّذِى سَمَّاهُ بِهِ أَهْلُهُ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنَّ اسْمِى مُحَمَّدٌ الَّذِى سَمَّانِى بِهِ أَهْلِى ».
Demikianlah yang dilakukan sahabat Nabi saw, saat mendengar ada orang yang memanggil Nabi saw dengan sebutan namanya, ia langsung mendorongnya tanda tidak suka, ia tidak peduli walaupun orang tersebut adalah orang Yahudi yang cenderung memusuhi Nabi saw, yang tidak akan memahami adab kepada baginda nabi saw. Nah bagaimanakah jika yang disaksikan sahabat ini adalah seorang muslim, mungkin bukan dorongan yang dilakukannya, bisa sesuatu yang lebih ekstrem lagi.
Di hadits ini juga dijelaskan ketawadhuan Nabi saw, beliau tanpa ingin memperpanjang masalah dengan sang pendeta, rela mengatakan bahwa memang namanya adalah Muhammad, dan satu hal yang harus menjadi catatan kita, ini dilakukan oleh Nabi saw untuk seorang Yahudi, hal ini bukan pembenaran terhadap bolehnya melakukan ini, Nabi saw tidak menyuruh Tsauban minta maaf dan tidak pernah menyalahkannya karena beliau merasa yang dilakukan Tsauban benar adanya.
Hadits lainnya yang menyebutkan orang yang memanggil Nabi dengan namanya, yang dilakukan oleh seorang muslim dapat dipastikan pelakunya adalah orang arab badui, yang tidak kenal etika dan bodoh, sehingga para sahabatpun memberikan toleransi kepada mereka.
WASIAT SAHABAT NABI SAW
Imam Thobrani meriwayatkan dari Imam Hasan Bashri, dari Qois bin Ashim Al Minqori, dia berkata:
قَدِمْتُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا رَآنِي سَمِعْتُهُ، يَقُولُ:”هَذَا سَيِّدُ أَهْلِ الْعَرَبِ
“Aku dating menemui Rasulullah saw, dan saat beliau melihatku beliau bersabda: “Ini adalah Sayyid (pimpinan) bangsa Arab…”.
Dalam riwayat lain:
Dalam riwayat lain:
هَذَا سَيِّدُ أَهْلِ الْوَبَرِ
“Ini adalah Sayyid (pimpinan) bangsa yang berpakaian kulit.”
Dalam kelanjutan hadits ini disebutkan:
فَلَمَّا حَضَرَتْ قَيْسًا الْوَفَاةُ، قَالَ: يَا بنيَّ خُذُوا عَنِّي، لا أَجِدُ أَنْصَحَ لَكُمْ مِنِّي: إِذَا أَنَا مُتُّ فَسَوِّدُوا كِبَارَكُمْ، وَلا تُسَوِّدُوا صِغَارَكُمْ فَيَسْتَسْفِهَكُمُ النَّاسُ فَيَهُونُوا عَلَيْكُمْ،
Saat kematian Qois akan tiba, ia berkata: “Wahai anakku, ambillah (nasihat) dariku, aku tidak menemukan orang yang lebih banyak bernasihat kepada kalian melebihi diriku. Apabila aku telah meninggal maka panggillah pembesar kalian dengan ucapan Sayyid (Tuan) dan janganlah kalian ucapkan Sayyid (tuan) kepada orang kecil dari kalian (yang tidak berpangkat dan istimewa) karena itu artinya meminta orang lain menghina kalian dan mereka akan menghinakan kalian….”
Hadits ini disebutkan oleh Imam Thobrani dalam Mu’jam Kabir no 15263 dari jalur Imam Ahmad bin Hanbal dan Ibnu Abil Ja’ad, Abu Ya’la dalam Al Mafarid no 106. Harits bin Usamah juga meriwayatkannya sebagaimana yang diriwayatkan Al Hafidz dalam Ithaful Khiyarah. Dalam Sanad Harits ada Daud bin Muhabbir, dia dhoif.
Riwayat Abu Ya’la dan Thobrani juga dhoif, dengan adanya dua sanad untuk riwayat ini maka hadits ini menjadi hasan. Menurut Imam Suyuti semua riwayat dhoif dari Imam Ahmad adalah dhoif yang mendekati hadits hasan.
Riwayat Abu Ya’la dan Thobrani juga dhoif, dengan adanya dua sanad untuk riwayat ini maka hadits ini menjadi hasan. Menurut Imam Suyuti semua riwayat dhoif dari Imam Ahmad adalah dhoif yang mendekati hadits hasan.
Jelas sekali perintah yang ada dalam riwayat di atas, kita disuruh untuk meninggikan orang yang mulia dan memanggil mereka dengan ucapan Sayyid (Tuan). Dan kita tidak diperbolehkan memanggil orang-orang hina dengan ucapan tersebut, dalam hadits shahih ditegaskan:
إِذَا قَالَ الرَّجُلُ لِلْمُنَافِقِ يَا سَيِّدُ فَقَدْ أَغْضَبَ رَبَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى
“Apabila seseorang berkata kepada seorang munafik: “Wahai Sayyidi (Tuanku)!” maka dia telah membuat Allah murka.”
Dalam hadits shahih dari Buraidah:
لَا تَقُوْلُوْا لِلْمُنَافِقِ سَيِّدًا فَإِنَّهُ إِنْ يَكُ سَيِّدًا فَقَدْ أَسْخَطْتُمْ رَبَّكُمْ عَزَّ وَجَلَّ
“Jangan kalian memanggil orang munafik sebagai Tuan, karena jika ia menjadi seorang Sayyid (Tua) maka kalian telah membuat murka tuhan kalian.” Shahih At Targhib no 2923.
Dua hadits ini memberi tahukan beberapa hal:
1. Boleh mengucapkan Sayyid kepada orang mulia
2. Haram mengucapkan Sayyid kepada orang munafik
3. Saat suatu penghormatan haram diberikan kepada orang munafik maka sebalikanya wajib memberikan penghormatan kepada orang mulia.
Jika menghormati orang munafik menyebabkan Allah murka, maka tidak menghormati orang yang mulia juga sama, karena inilah makna sebaliknya (mafhum Mukholafah) dari hadits tersebut. Wallahu a’lam.
Oleh : al-fadhil ust noridho
1. Boleh mengucapkan Sayyid kepada orang mulia
2. Haram mengucapkan Sayyid kepada orang munafik
3. Saat suatu penghormatan haram diberikan kepada orang munafik maka sebalikanya wajib memberikan penghormatan kepada orang mulia.
Jika menghormati orang munafik menyebabkan Allah murka, maka tidak menghormati orang yang mulia juga sama, karena inilah makna sebaliknya (mafhum Mukholafah) dari hadits tersebut. Wallahu a’lam.
Oleh : al-fadhil ust noridho
Sumber : KLIK DISINI
Bahaya Slogan “Slogan Kembali Ke Alquran Dan As Sunnah”
KITA WAJIB KEMBALI KEPADA AL-QURAN DAN HADITS (SUNNAH)….!!!
Ucapan dan Slogan ini memang benar, tapi racunnyya sangat mematikan…kenapa demikian ? sini saya ajak berpikir jernih dan ilmiyyah….
1. Memangnya para imam madzhab seperti imam Syafi’i, Hanbali, Maliki dan Hanafi tidak kembali kepada al-Quran dan Sunnah ketika mengkaji fiqih-fiqihnya ?
2. Memangnya mayoritas umat Islam yang belajar kitab-kitab fiqih, tidak kembali kepada al-Quran dan Sunnah ?
3. Memangnya kitab-kitab fiqih para ulama tidak merujuk kepada al-Quran dan Sunnah ?
4. Jika slogan ini kita fatwakan dan koar-koarkan dengan membabi buta, apa jadinya kehidupan dunia ?
– kaum awam akan langsung merujuk kepada al-Quran dan hadits ketika ada satu persoalan
– kaum yag bukan ahlinya akan melontarkan fatwa dan hujjah sesuai pemahamannya masing-masing terhadap al-Quran dan hadits yang ia baca dan kaji.
– seluruh kaum muslimin, akan disibukkan dengan tugas ini, semua individu muslim akan sibuk menggali hukum dari al-Quran dan hadits, sehingga terbengkalai lah tugas mereka di dalam mencari penghidupan (nafkah dan lainnya).
– akan muncul ratusan bahkan ribuan, aliran-aliran sesat, akibat salah paham di dalam mengkaji kandungan al-Quran dan hadits.
– dan lain sebagainya….
– kaum yag bukan ahlinya akan melontarkan fatwa dan hujjah sesuai pemahamannya masing-masing terhadap al-Quran dan hadits yang ia baca dan kaji.
– seluruh kaum muslimin, akan disibukkan dengan tugas ini, semua individu muslim akan sibuk menggali hukum dari al-Quran dan hadits, sehingga terbengkalai lah tugas mereka di dalam mencari penghidupan (nafkah dan lainnya).
– akan muncul ratusan bahkan ribuan, aliran-aliran sesat, akibat salah paham di dalam mengkaji kandungan al-Quran dan hadits.
– dan lain sebagainya….
5. Dalam urusan duniawi saja, kita tidak boleh berijtihad meracik obat menurut pemikiran kita sendiri ketika kita mengalami sakit tanpa ada ilmu dan keahlian. Atau kita tidak boleh datang kepada orang yang bukan ahlinya di dalam mengobati sakit kita. Apa jadinya jika setiap orang sakit harus meracik obat sendiri sesuai pemahamannya atau datang kepada orang yang bukan ahlinya ??
6. Bukankah ketika kita sakit, kita datang ke dokter umum yang sudah mengetahui ilmunya dan punya keahlian itu ? bahkan terkadang pergi ke dokter specialis / khusus yang lebih menguasai ilmu tertentu yang terkait penyakit tertentu ???
Begini wahai saudaraku, kembali kepada al-Quran dan Hadits atau sunnah memanglah kewajiban umat Islam saat ada permasalahan, ini memang perintah Allah dan Rasulnya dibanyak ayat-ayat al-Quran yang menjelaskannya. Tetapi proses penggalian hukum dari al-Quran dan Hadits, bukan dibebankan kepada setiap orang muslim.
Bukankah Allah dan Rasulnya telah mengecam bagi orang yang memahami al-Quran tapi bukan ahlinya ?
Nabi telah bersabda :
ﻣَﻦْ ﻓَﺴَّﺮَ ﺍْﻟﻘُﺮْﺁﻥَ ﺑِﺮَﺃْﻳِﻪِ ﻓَﻠْﻴَﺘَﺒَﻮَّﺃْ ﻣَﻘْﻌَﺪَﻩُ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻨَّﺎﺭ
“ Barang Siapa yang menafsirkan Al Qur’an dengan pemikirannya sendiri maka hendaknya dia menempati tempat duduknya yang terbuat dari api neraka”.(HR. Ahmad, At Tirmidzi dan Ibnu Abi Syaibah) .
Para ulama mengomentari, “ Walaupun ternyata penafsirannya benar “.
Oke, saya kasih beberapa contoh kecilnya saja :
Oke, saya kasih beberapa contoh kecilnya saja :
Contoh pertama;
لَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَفْرَحُونَ بِمَا أَتَوْا وَيُحِبُّونَ أَنْ يُحْمَدُوا بِمَا لَمْ يَفْعَلُوا فَلَا تَحْسَبَنَّهُمْ بِمَفَازَةٍ مِنَ الْعَذَابِ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“ Janganlah sekali-kali kamu mengira bahwa orang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka dipuji atas perbuatan yang tidak mereka lakukan, jangan sekali-kali kamu mengira bahwa mereka akan lolos dari adzab, mereka akan medapat adzab yang pedih “. (Al-Imran : 188)
Jika kita artikan sesuai dhahirnya (tekstual/literal) saja maka kita pahami bahwa kita semua akan kena adzab Allah yang pedih, kenapa ? karena kita semua pasti merasa senang dengan apa yg kita perbuat dan selalu ingin dipuji atas karya kita.
Namun sangat berbeda jika kita pahami ayat tersebut dengan sesuai ilmunya yaitu sebagaimana tafisran Ibnu Abbas Ra dalam shohih Bukhari dan Muslim berikut :
“ Ayat tersebut turun kepada Ahlul kitab ketika Nabi Saw bertanya pada mereka tentang sesuatu, lalu mereka menyembunyikannya dan memberitahukannya dengan selainnya dan mereka berkata bahwa mereka telah memberitahukan pada nabi dan mereka minta dipuji atas demikian itu “. (HR. bukhari dan Muslim)
Contoh kedua :
Allah Berfirman :
Allah Berfirman :
لَيْسَ عَلَى الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ جُنَاحٌ فِيمَا طَعِمُوا
“ Tidak berdosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan tentang apa yang mereka makan “ (Al-Maidah : 93)
Dengan ayat ini Utsman bin Madh’un dan Amr bin Ma’ad berkata “ Khomr itu mubah bagi kita “.
Padahal pemahaman yang benar bukanlah demikian jika mengetahui sebab nuzulnya yaitu “ Bahwa orang-orang berkata saat khomr itu diharamkan “ Bagaimana dengan orang-orang yang wafat di jalan Allah dan mereka minum khomr ?” Maka turunlah ayat tsb. Artinya Allah memaafkan perbuatan yang dilakukan pada masa dahulu yang belom diturunkannya pelarangan khomr.
Contoh ketiga :
افرايت من اتخذ الهه هواه
“ Sudahkah engkau melihat orang yang menjadikan Tuhannya sebagai hawa nafsunya (keinginannya) ? ” (Al-Furqan : 43)
Ayat tsb jika kita lihat secara dhahirnya, maka akan menimbulkan bahwa tidak boleh menjadikan Tuhan sebagai keinginannya dan ini sungguh bertentangan dengan perintah-perintah ayat lainnya. Artinya tidaklah mengapa menjadikan Tuhan sebgai keinginannya dan ini hal terpuji.
Namun maksud ayat tsb bukanlah demikian, maka ayat tsb mengandung Taqdimul kalam wa takhirihi, makna yang sebenarnya adalah :
افرايت من اتخذ هواه الهه
“ Apakah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya ? ”
Inilah maksud yang sebenarnya. Lafadz ilahahu merupakan taqdim dan lafadz hawahu merupakan takhir. Artinya mereka menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhan. Yang selalu memathui perintah-perintah nafsunya.
Dan tak akan habis jika saya beberkan contoh lainnya belum lagi contoh beratnnya, karena setiap contoh akan terikat dengan fan ilmu yang berkaitan dengannya. Demikian pula dalam memahami hadits-hadits Nabi Saw, sangat dibutuhkan ilmu alat karena ucapan Nabi Saw merupakan syarah dari ayat-ayat al-Quran yang memiliki kesempurnaan bahasa.
Kitab-kitab tafsir dan fiiqh para ulama merupakan sumbangsih bagi umat muslim di dalam memahami makna ayat-ayat al-Quran yang sesuai maksud Allah dan Rasul-Nya.
Sehingga memahami al-Quran tidak cukup dengan hanya mengandalkan terjemah tanpa mau merujuk tafsiran para ulama salaf yang berkompeten dibidang tafsir, agar kita tidak jauh memahami makna ayatnya dari pemahaman yang sebenarnya. Sehingga sebuah keharusan mengikuti / taqlid pada pemahaman ulama salaf.
Bagaimana kita bisa memahami al-Quran yang berbahasa arab tanpa memepelajari bahasa arab ? Terjemahan al-Quran yang ada merupakan hasil dari pemahaman bahasa arab pada al-Quran itu sendiri. Namun tidak cukup memahami terjemahan lafadz per lafadznya saja tanpa menjelaskan maksudnya. Nah maksud ayat al-Quran dibutuhkan penafsiran sedangkan penafsiran butuh pada ilmu yang berkaitan dengannya. Dan para ulama tafsirlah yang mampu melakukan ini semua, kita hanya tinggal menikmati hasilnya.
Dan kitab-kitab tafisr merupakan hasil dari penafsiran para ulama yang berkompeten di bidangnya. Untuk kita yang berbangsa ajami (non arab), membutuhkan penerjemahannya ke dalam bahasa masing-masing penduduk. Atau mempelajari ilmu bahasa arab untuk mempelajari kitab-kitab tafsir tersebut. Namun masih dibutuhkan seorang guru yang benar-benar menguasai ilmu bahasa arab agar kita tidak salah paham dalam memaknainya. Dan seorang guru yang memiliki sanad (mata rantai) keilmuan yang bersambung sampai pada ulama pengarang kitab tafsirnya, agar tidak menyimpang dari pemahaman yang dimaksud oleh para ulama tsb.
Tidak semua kaum muslimin berkecimpung dalam ilmu bahasa arab atau ilmu alat dan ilmu tafsir. Mereka memiliki tahapannya masing-masing.
Semisal, anak kecil yang baru baligh, maka kita tidak ajarkan ilmu alat melainkan kita ajarkan ilmu fiqih yang berkaitan pada kewajibannya semisal sholat dan puasa ramadhan di samping ia juga membaca al-Qurannya. Dan itu pun sama dengan dia mempelajari al-Quran, sebab ilmu fiqih merupakan ilmu yang dihasilkan dari al-quran dan al-Hadits yang telah di racik oleh para ulama.
Semisal, anak kecil yang baru baligh, maka kita tidak ajarkan ilmu alat melainkan kita ajarkan ilmu fiqih yang berkaitan pada kewajibannya semisal sholat dan puasa ramadhan di samping ia juga membaca al-Qurannya. Dan itu pun sama dengan dia mempelajari al-Quran, sebab ilmu fiqih merupakan ilmu yang dihasilkan dari al-quran dan al-Hadits yang telah di racik oleh para ulama.
Bisa juga melalui pengajian-pengajian, majlis-majlis ilmu atau majlis mauidzhah, atau lainnya. Ini mrupakan salah satu media untuk memahami ilmu al-Quran dan hadits Nabi Saw. Karena materi yang disampaikan sipenceramah merupakan suguhan matenganya yang telah diracik dari al-Quran dan hadits. Ibaratnya pergi ke warung untuk makan, maka dia tidak perlu membuat hidangan makan sndiri yang butuh bahan-bahan dan meraciknya sendiri.
Namun juga harus hari-hati, karena bias jadi hidangan di warung terdapat racun atau unsure ksengajaan untuk mencelakakan org lain.
Setelah lebih dewasa dan memahami tentang ilmu fardhu ainnya, maka ia mnginjak tahapan selanjutnya, yaitu berusaha memahami ilmu fardhu ainnya dengan dalil-dalilnya.
Kemudian tahap selanjutnya memahami wasilah atau perantara dalam memahami dalil-dalil ilmu tersebut yaitu ilmu alat. Apalgi yang berhubungan lansgung dengan ayat al-Qurannya atau nash haditsnya.
Seandainya umat muslim tanpa tahapan-tahapan ini, maka bias dibayangkan bagaimana jadinya agama Islam ini. Karena akan banyak timbul pemahaman-pemahamn keliru, salah bahkan mennyimpang dari maksud yang sebenarnya, dan hal ini telah banyak kasusnya dalam alairan-aliran sempalan Islam.
Ibnu Taimiyyah berkata :
ولو سقط علم النحو لسقط فهم القرآن، وفهم حديث النبي ولو سقط لسقط الإسلام
“ Seanadainya ilmu nahwunya jatuh (apalagi tdk mau mempelajarinya), maka akan jatuh juga pemahaman al-Quran dan pemahaman hadits, dan seandainya pemhaman alquran dan hadits jatuh, maka jatuhlah Islam “
Bahkan Ibnu Taimiyyah sendiri pun lebih mengetatkannya dalam hal ini, sampai-sampai ia melarang umat muslim membawakan ayat al-Quran tanpa bahasa arab, misalnya dengan huruf latinnnya. Berikut pendapatnya :
واما الاتيان بلفظ يبين المعنى كبيان لفظ القرأن فهذا غير ممكن وعلى هذا كان ائمة الدين على انه لا يجوز ان يقرأ بغير العربية لا مع القدرة و لا مع العجز لان ذالك يخرجه عن ان يكون هو القرأن المنزل
“ Membawakan Al-Quran dengan lafadz yang menjelaskan makna Al-Quran, ini tidaklah mungkin bisa dilakukan. Oleh karena itu para imam Agama berpendapat tidak boleh membaca Al-Quran tanpa bahasa arab, walaupun dia mampu atau pun tidak mampu membaca arabnya. karena yang demikian itu akan mengeluarkan al-Quran dari Al-Quran yang diturunkan sebenarnya “. “
SUMBER : KLIK DISINI
Ternyata Dalil Larangan Dzikir Berjamaah Tidak Shahih
Ternyata Dalil Larangan Dzikir Berjamaah Tidak Shahih
Oleh : Ustadz Dzorif Bin Yahya
Atsar Ibnu Mas`ud tentang larangan dzikir bersama itu tidak shahih !
Di antara dalil yang dijadikan dasar argumentasi untuk menolak berzikir bersama adalah atsar dari sahabat Ibnu Masud ra. Dikisahkan bahwa Ibnu Masud melihat suatu kaum berdzikir bersama-sama dalam suatu majlis dengan suara keras dalam masjid kemudian beliau menyebut mereka sebagai pelaku bid`ah dan memerintahkan untuk mengusir mereka dari masjid.
Mari kita lihat tanggapan para ulama mengenai atsar ini.
Syaikh Ibnu Hajar al-Haitsami mengomentari atsar tersebut :
وَأَمَّا ما نُقِلَ عن ابْنِ مَسْعُودٍ أَنَّهُ رَأَى قَوْمًا يُهَلِّلُونَ بِرَفْعِ الصَّوْتِ في الْمَسْجِدِ فقال ما أُرَاكُمْ إلَّا مُبْتَدِعِينَ حتى أَخْرَجَهُمْ من الْمَسْجِدِ فلم يَصِحَّ عنه بَلْ لم يَرِد
Imam Munawi mengatakan hal yang hampir serupa, beliau berkata
وأما ما نقل عن ابن مسعود من أنه رأى قوما يهللون برفع الصوت في المسجد فقال ما اراكم إلا مبتدعين وأمر بإخراجهم فغير ثابت. وبفرض ثبوته يعارضه ما في كتاب الزهد لأحمد عن شفيق بن أبي وائل قال هؤلاء الذين يزعمون أن عبد الله كان ينهى عن الذكر ما جالسته مجلسا قط إلا ذكر الله فيه ، وأخرج أحمد في الزهد عن ثابت البناني : إن أهل الذكر ليجلسون إلى ذكر الله وإن عليهم من الآثام مثل الجبال وغنهم ليقومون من ذكر الله ما عليهم منها شئ اه.
Imam Suyuthi berkomentar tentang atsar tersebut :
هذا الأثر عن ابن مسعود يحتاج إلى بيان سنده ، ومن أخرجه من الأئمة الحفاظ في كتبهم وعلى تقدير ثبوته فهو معارض بالأحاديث الكثيرة الثابتة المتقدمة وهي مقدمة عليه عند التعارض ،
Al-Alusi mengomentari atsar tersebut :
لا يصح عند الحفاظ من الأئمة المحدثين
Maka jelaslah sudah bahwa berdzikir berjamaah bukan suatu bidah. Sangat tendesius jika kita menggunakan satu dalil lemah untuk meruntuhkan banyak dalil-dalil shohih.
Bahkan, melihat betapa besarnya ganjaran yang diberikan bagi mereka yang berkumpul untuk berdzikir, maka perkumpulan dzikir itu dihukumi sunnah dan dianjurkan. Al Imam Nawawi mengatakan :
اعلم أنه كما يُستحبُّ الذكر يُستحبُّ الجلوس في حِلَق أهله، وقد تظاهرت الأدلة على ذلك
Ketahuilah bahwa sebagaimana disunahkan untuk berdzikir begitupula sunah hukumnya duduk di halaqoh (perkumpulan) dzikir, sungguh dalil-dalil telah saling menguatkan mengenai hal ini
Menyalahkan Ziarah Kubur Dengan Baca Qur’an?
Mereka menyalahkan Amaliah ziarah kubur yang duduk lama sambil baca Qur’an sebagai cara yang menyalahi sunah Nabi shalallahu alaihi wasallam. Andaikata mereka membaca tuntas kitab Ar-Ruh karya Ibnu Al-Qayyim tanpa terpengaruh dengan catatan kaki ulama Salafi tentu mereka akan menerima perbedaan pendapat.
Mari kita turunkan tensi ego kita dengan berkaca kepada Imam Ahli hadis yang digelari penghafal 1.000.000 hadis, yaitu Imam Ahmad bin Hambal:
ﻭﺭﻭﻱ ﻋﻨﻪ ﺃﻧﻪ ﻗﺎﻝ: اﻟﻘﺮاءﺓ ﻋﻨﺪ اﻟﻘﺒﺮ ﺑﺪﻋﺔ، ﻭﺭﻭﻱ ﺫﻟﻚ ﻋﻦ ﻫﺸﻴﻢ، ﻗﺎﻝ ﺃﺑﻮ ﺑﻜﺮ: ﻧﻘﻞ ﺫﻟﻚ ﻋﻦ ﺃﺣﻤﺪ ﺟﻤﺎﻋﺔ، ﺛﻢ ﺭﺟﻊ ﺭﺟﻮﻋﺎ ﺃﺑﺎﻥ ﺑﻪ ﻋﻦ ﻧﻔﺴﻪ
Diriwayatkan dari Ahmad bin Hambal bahwa beliau berkata: “Membaca Qur’an di kubur adalah bidah”. Juga diriwayatkan dari Husyaim. Abu Bakar berkata bahwa riwayat itu disampaikan oleh banyak ulama. Kemudian Ahmad bin Hambal meralat dan menjelaskan pendapatnya sendiri
ﻓﺮﻭﻯ ﺟﻤﺎﻋﺔ ﺃﻥ ﺃﺣﻤﺪ ﻧﻬﻰ ﺿﺮﻳﺮا ﺃﻥ ﻳﻘﺮﺃ ﻋﻨﺪ اﻟﻘﺒﺮ، ﻭﻗﺎﻝ ﻟﻪ: ﺇﻥ اﻟﻘﺮاءﺓ ﻋﻨﺪ اﻟﻘﺒﺮ ﺑﺪﻋﺔ. ﻓﻘﺎﻝ ﻟﻪ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﻗﺪاﻣﺔ اﻟﺠﻮﻫﺮﻱ: ﻳﺎ ﺃﺑﺎ ﻋﺒﺪ اﻟﻠﻪ: ﻣﺎ ﺗﻘﻮﻝ ﻓﻲ ﻣﺒﺸﺮ اﻟﺤﻠﺒﻲ؟ ﻗﺎﻝ: ﺛﻘﺔ.
Sekolompok ulama meriwayatkan bahwa Ahmad bin Hambal melarang orang buta membaca Qur’an di makam dan mengatakan bidah. Lalu Muhammad bin Qudamah Al-Jauhari bertanya: “Wahai Abu Abdillah (Ahmad bin Hambal) apa komentarmu tentang Mubashir Al-Halabi? Ahmad menjawab: “Dia perawi terpercaya”
ﻗﺎﻝ: ﻓﺄﺧﺒﺮﻧﻲ ﻣﺒﺸﺮ، ﻋﻦ ﺃﺑﻴﻪ، ﺃﻧﻪ ﺃﻭﺻﻰ ﺇﺫا ﺩﻓﻦ ﻳﻘﺮﺃ ﻋﻨﺪﻩ ﺑﻔﺎﺗﺤﺔ اﻟﺒﻘﺮﺓ ﻭﺧﺎﺗﻤﺘﻬﺎ، ﻭﻗﺎﻝ: ﺳﻤﻌﺖ اﺑﻦ ﻋﻤﺮ ﻳﻮﺻﻲ ﺑﺬﻟﻚ. ﻗﺎﻝ ﺃﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﺣﻨﺒﻞ: ﻓﺎﺭﺟﻊ ﻓﻘﻞ ﻟﻠﺮﺟﻞ ﻳﻘﺮﺃ
Muhammad bin Qudamah berkata bahwa Mubashir mengabarkan kepadaku dari ayahnya bahwa ia berwasiat agar di dekatnya dibacakan awal dan akhir Al-Baqarah. Ia berkata bahwa ia mendengar Ibnu Umar berwasiat seperti itu. Ahmad bin Hambal berkata: “Susul orang itu dan katakan kepadanya baca Qur’an di kubur” (Al-Mughni, li Ibni Qudamah, 2/422)
Lihatlah kelapangan Imam Ahmad dalam menerima kebenaran, yang awalnya beliau mengatakan bidah kemudian justru memerintahkan membaca Qur’an di makam.
Kalau mereka masih membandel karena dalilnya hanya waktu pemakaman saja, maka jawab dengan pendapat Imam mereka yaitu Syekh Ibnu Taimiyah:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ وَصَّى أَنْ يُقْرَأَ عِنْدَ دَفْنِهِ بِفَوَاتِحِ الْبَقَرَةِ وَخَوَاتِمِهَا وَالرُّخْصَةُ إمَّا مُطْلَقًا وَإِمَّا حَالَ الدَّفْنِ خَاصَّةً (جامع المسائل لابن تيمية 3 / 132)
Ibnu Umar bahwa beliau berwasiat setelah dimakamkan untuk dibacakan pembukaan surat al-Baqarah dan penutupnya. Dispensasi ini bisa jadi secara mutlak (boleh baca al-Quran di kuburan kapan saja), dan bisa jadi khusus ketika pemakaman saja” (Ibnu Taimiyah, Jami’ al-Masail III/132)
Kalau dalil di atas masih menjadikan mereka bersikeras tetap menolak karena hanya wasiat Shahabat saja bukan hadis, maka bacakan kepada mereka hadis berikut ini:
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنُ الْعَلاَءِ بْنِ اللَّجْلاَجِ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ قَالَ لِي أَبِي يَا بَنِيَّ إِذَا أَنَا مُتُّ فَأَلْحِدْنِي فَإِذَا وَضَعْتَنِي فِي لَحْدِي فَقُلْ بِسْمِ اللهِ وَعَلَى مِلَّةِ رَسُوْلِ اللهِ ثُمَّ سِنَّ عَلَيَّ الثَّرَى سِنًّا ثُمَّ اقْرَأْ عِنْدَ رَأْسِي بِفَاتِحَةِ الْبَقَرَةِ وَخَاتِمَتِهَا فَإِنِّيْ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ ذَلِكَ (رواه الطبراني في الكبير رقم 15833)
“Dari Abdurrahman bin ‘Ala’ dari bapaknya, bahwa: Bapakku berkata kepadaku: Jika aku mati, maka buatkan liang lahat untukku. Setelah engkau masukkan aku ke liang lahat, bacalah: Dengan nama Allah dan atas agama Rasulullah. Kemudian ratakanlah tanah kubur perlahan, lalu bacalah di dekat kepalaku permulaan dan penutup surat al-Baqarah. Sebab aku mendengar Rasulullah bersabda demikian” (HR al-Thabrani dalam al-Kabir No 15833)
Hadis ini dinilai oleh Al-Hafidz Al-Haitsami bahwa para perawinya adalah terpercaya.
Jika masih menolak, maka saya bukanlah pemberi kesadaran apalagi hidayah kepada mereka. Allahu Al-Musta’aan.
Langganan:
Postingan (Atom)